Kepedulian untuk Berbagi

Uang memang penting. Namun, kepedulian untuk berbagi menjadi hal yang akan menjadikan uang jauh lebih berarti.

Bagi sebagian besar orang, pasti setuju mengatakan bahwa uang adalah hal yang penting bagi kehidupan. Meski dalam berbagai taraf dan tingkatan, uang memang kerap menjadi “pembeda” sehingga seseorang dianggap terhormat atau melarat.

Begitu juga dalam hidup bermasyarakat yang kita jalani. Harta memang kerap menjadi status yang dikejar orang, demi mendapatkan kebaikan. Padahal sejatinya, ada yang jauh lebih berharga dan penting daripada sekadar mengejar materi berkelimpahan. Karena itu, ada sebuah kisah menarik yang ingin saya bagikan, untuk menjadi pembelajaran bagi kita. Sebab, jangan sampai kita menjadi orang yang tamak akan uang dan harta.

Suatu ketika, di zaman kerajaan Dinasti Ming, ada seorang saudagar kaya raya. Ia adalah pemilik restoran bernama Hong Liong di daerah Tiongkok sebelah Selatan. Restoran tersebut merupakan salah satu restoran terbaik yang pernah ada pada masa tersebut. Selain rasanya khas, makanannya sangat lezat, dan pelayanannya pun sangat memuaskan siapa saja yang datang ke sana.

Berkat restoran itu pula, sang saudagar menjadi kaya raya. Meski usahanya menjadi berkembang ke berbagai bidang, namun restoran itulah yang menjadi urat nadi usaha yang sangat dijaganya. Karena itu, karena tak memiliki keturunan, di usianya yang sudah makin tua, ia ingin mewariskan usaha itu pada orang terpilih yang nanti akan dipercaya untuk menjalankan usahanya itu. Ia nanti akan menyerahkan usaha itu kepada orang yang terbaik, dengan syarat separuh hasil yang didapat, harus disumbangkan kepada kaum yang tak berpunya.

Beberapa saat sang saudagar memikirkan cara untuk memilih orang tersebut. Hingga, suatu kali, ia tercetus untuk mengundang 80 orang yang dianggap terbaik di daerahnya. Kepada 80 orang tersebut, ia menyajikan hidangan terbaik untuk makan malam di restorannya.

Saat ke-80 orang tersebut berdatangan memenuhi undangannya, banyak wajah-wajah berharap, mereka yang akan terpilih mewarisi kekayaan sang saudagar. Begitu pun sang saudagar, ia berharap bisa memilih orang terbaik yang bisa mewarisi usahanya. Setelah berbasa-basi sejenak, ke-80 orang itu lantas dipersilakan duduk untuk menyantap hidangan makan malam.

Uniknya, ada 20 meja kotak yang disediakan, dengan sumpit panjang di masing-masing meja. Karena itu, saat mulai dipersilakan makan, hampir semua orang yang sudah tak sabar merasakan kelezatan makanan dari restoran sangat terkenal itu pun kerepotan.

Sang saudagar lantas berkeliling ke semua meja makan tersebut, sembari mempersilakan 80 tamunya makan. Ia berkeliling dari meja pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Tampak wajah sang saudagar sedih. Ia melihat hingga meja ke-19 tak ada satu pun yang berhasil menyantap makanan yang dihidangkan dengan nikmat. Hingga akhirnya, tepat di meja ke-20, saudagar pun tersenyum. Di meja tersebut, empat orang tampak menikmati hidangan dengan satu sama lain saling menyuapi. Memang, sumpit yang disediakan tergolong panjang sehingga bisa membuat mereka menyuapi orang di seberangnya, dan sebaliknya. Maka, hingga acara hampir selesai, hanya mereka berempatlah yang kenyang. Sementara, yang lain tak bisa menikmati hidangan karena berusaha sendiri-sendiri untuk segera menyantap makanan lezat tersebut.

Sahabat luar biasa,

Kisah tersebut mengajarkan kepada kita, bahwa untuk bisa meraih sesuatu, kita seharusnya memulai dengan “melayani”. Kita tak boleh serakah, tamak, atau hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Seperti yang tergambar dalam kisah tersebut, hanya mereka yang mau “berkorban” dengan memberi makanan kepada yang lain, maka ia yang akan bisa ikut makan dengan kenyang. Sementara, orang lain sibuk mencari cara bagaimana bisa segera menyantap hidangan, justru kerepotan karena tak tahu “cara” yang tepat untuk memakan hidangan tersebut.

Kisah di atas juga bisa menjadi pengingat bagi kita, bahwa untuk meraih apa yang kita inginkan—termasuk harta dan uang—jangan biarkan kita “terbuai” oleh godaan yang akhirnya malah menjerumuskan ke lubang penyesalan. Sudah kita dapati, begitu banyak orang yang menjadi sumber berita karena kelakuannya. Mulai dari korupsi, hingga berbagai hal lain yang intinya, menjadikan harta sebagai hal yang utama.

Saya pribadi menilai, uang dan harta memang penting. Namun, ada banyak hal penting lain yang juga harus menjadi perhatian utama kita. Bagaimana kita bersikap, bagaimana kita membantu orang lain, bagaimana kita menemukan keseimbangan dalam hidup, sehingga kebahagiaan bisa kita peroleh. Harta adalah sarana. Kita adalah manusia. Karena itu, mari jadikan “sarana” tersebut sebagai bagian dari kehidupan kita, namun jangan sampai menjadikannya sebagai hal yang membelenggu kita.

Mari, jadikan hidup lebih berarti. Dengan mau peduli dan berbagi, harta dan uang kita akan jauh lebih memiliki arti.

sumber : andrie wongso.com