Belajar dari Kesalahan

Banyak orang menyesali kesalahan dan kegagalan dalam hidup, termasuk soal kariernya. Tapi, sebenarnya, ada banyak hal yang bisa dipelajari sehingga kesalahan itu justru berbuah pembelajaran yang akan mendongkrak karier.

Suatu saat, seorang pegawai membuat kesalahan besar yang merugikan IBM senilai jutaan dollar. Sang pegawai kemudian dipanggil ke kantor Tom Watson, sang pendiri IBM. Dengan kepala tertunduk, sang pegawai mengakui kesalahannya dan berkata “Anda pasti menghendaki saya mengundurkan diri.” Apa yang terjadi? Dalam berbagai kisah, disebutkan bahwa Watson justru dengan lapang hati berkata, “Anda pasti bercanda. Saya baru saja menghabiskan 10 juta dollar untuk mendidik Anda…” Dan, sejak saat itu, sejarah terukir hingga saat ini, IBM tetap dikenal sebagai salah satu jawara di bidang IT dunia.

Hal yang nyaris sama terjadi pada salah satu anak perusahaan perusahaan online, Zappos.com. Pada sebuah program promosi di situs penjualannya, mereka sempat melakukan sebuah kesalahan sistem pemberian harga. Akibatnya, hampir semua harga barang yang dijual nilainya tak sebanding dengan ongkos produksi. Menurut Tony Hsieh, CEO Zappos.com, karena kesalahan harga itu, perusahaannya rugi hingga US$1,6 juta. Namun, dalam pernyataannya—yang dimuat di berbagai media dan termasuk pula media sosial—Hsieh menyebutkan bahwa tak ada satu pun pegawai yang dipecat. Ia justru menyebutkan, itu  adalah kesalahan yang membuat mereka lebih waspada dan belajar untuk lebih teliti sehingga ke depan akan mampu mencapai hasil yang lebih baik.

Di Indonesia ada pula kebiasaan yang dilakukan oleh pengusaha legendaris, mendiang Bob Sadino. Dengan tegas, di setiap kesempatan atau saat bicara pada pegawainya, ia justru berkata, “Ayo, silakan buat kesalahan. Jangan takut salah!” Akibatnya—menurut Bob—justru pegawainya makin kreatif karena tak takut berbuat salah. Ujungnya, omzet pun meningkat. Meski, ia mengaku, ada juga kesalahan yang membuat ia jadi belajar dari kesalahan tersebut.

Dari sekian banyak kisah tersebut, bisa disimpulkan, kesalahan sebenarnya bukan suatu hal yang harus ditakuti. Memang, di banyak perusahaan, kesalahan bisa berbuah pemecatan. Namun sebenarnya, jika mentalitas kita selalu dipenuhi perasaan takut salah, takut dipecat, takut gagal, maka karier pun—biasanya—hanya akan begitu-begitu saja.

Menurut Alexander Kjerulf, konsultan Sumber Daya Manusia (SDM) yang juga dikenal sebagai The Chief Happiness Officer, ada banyak hal yang justru harusnya disyukuri saat melakukan kesalahan. Beberapa hal yang disarankan oleh Kjerulf di antaranya sebagai berikut:

• Saat membuat kesalahan, itu adalah kesempatan untuk belajar lebih banyak
Suatu ketika, kita barangkali melakukan kesalahan. Dan, sudah pasti itu akan membuat tidak nyaman. Tapi, jika kita membiasakan diri untuk memilih belajar—dibanding sekadar menyesali tiada henti—itu akan membuat diri kita makin dewasa dan berkembang.

Seorang pegawai periklanan melakukan sebuah kesalahan. Ia salah menuliskan nomor telepon pada iklan satu halaman berwarna di sebuah media terbesar. Akibatnya, iklan senilai Rp300 juta itu tak efektif. Sang klien pun sempat nyaris tak mau membayar. Namun, dengan kompensasi tertentu—iklan itu diganti setengah halaman atau senilai sekitar Rp150 juta—iklan baru yang sudah dikoreksi pun tayang dengan nomor telepon yang sudah benar. Setelah itu, perusahaan yang memasang iklan langsung mendapat order sangat banyak sehingga produknya nyaris habis.

Bagaimana dengan nasib si pegawai? Meski harus didenda karena merugikan perusahaan, ia jadi belajar banyak untuk lebih teliti. Kini—sang pegawai, yang tak mau disebutkan namanya—justru berkembang dengan memiliki perusahaan periklanan sendiri. Ia banyak belajar dari kesalahan masa lalunya, hingga mampu berkembang dan meningkat kariernya.

• Tak perlu berusaha menutupi kesalahan
Dengan kepala dingin dan hati yang lapang, saat mengakui kesalahan—meski kadang terasa sangat berat—sebenarnya itu justru melegakan. Bayangkan, jika kita justru berusaha menutupinya dengan segala cara. Pastinya kita hanya akan terbayang-bayang dengan kesalahan itu dan berusaha mati-matian agar tak ketahuan. Akibatnya, pekerjaan di masa mendatang yang harusnya bisa dilakukan maksimal, justru tak bisa dikerjakan karena sibuk menutupi kesalahan. Karena itu, Kjerulf menyarankan, cobalah lebih terbuka dan diskusikan tentang kesalahan yang dibuat. Sehingga, saat ditemukan solusi, kita akan jauh lebih lega dan dapat fokus untuk menyelesaikan pekerjaan lainnya.

• Dengan kesalahan, kita memperkuat kreativitas dan inovasi
Randy Pausch, seorang profesor yang terkenal saat memberikan kuliah terakhirnya—akibat ia terkena penyakit kanker ganas—memelopori pemberian penghargaan yang disebut the First Penguin (pinguin pertama). Penghargaan itu diberikan kepada tim di kelasnya yang paling berani mengambil risiko—dan gagal. Penghargaan itu terinspirasi oleh kisah pinguin pertama—selalu ada yang pertama—yang berani mengambil risiko terjun ke dalam air, meski tahu persis di air itu barangkali ada predator yang siap memangsa mereka. Namun, tanpa keberanian dari pinguin pertama itu, tak akan ada belasan dan ratusan pinguin yang berani masuk ke air.

Itulah bentuk “pengorbanan” yang sebenarnya—kadang—perlu dilakukan untuk menguji mentalitas. Dan, seperti banyak sejarah mencatat, mereka yang pertamalah yang biasanya berjaya. Sisanya? Adalah para follower yang jika tak mumpuni, hanya akan begitu-begitu saja…

• Kesalahan biasanya justru membuka “pintu” peluang lain
Masih ingat kisah perekat kertas Stick a note dari 3M? Lem yang dibuat dianggap gagal karena kurang rekat. Tapi, dengan kreativitas tertentu, lem itu kini justru jadi bahan industri kertas penempel pesan yang mudah dilepas dan dibuang dan membuat untung perusahaan hingga miliaran dolar. Jadi, saat berbuat kesalahan, coba pelajari sisi lain dari kesalahan itu. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa dikreasikan untuk mencapai keberhasilan.

• Dengan adanya kesalahan, kita justru memperkecil peluang berbuat kesalahan lagi
Peter Drucker—seorang ahli manajemen—menyebutkan, sebuah perusahaan justru harus mencari karyawan yang tak pernah berbuat kesalahan dan memecatnya. Mengapa? Menurut Drucker, karyawan yang tak pernah berbuat kesalahan sebenarnya justru tak pernah melakukan sesuatu. Jadi, jangan pernah takut berbuat salah.

Sudahkah kita belajar dari kesalahan?

sumber : andriewngso.com