Sama seperti komitmen, kesetiaan adalah kualitas karakter yang sangat dibutuhkan oleh semua orang. Tak akan pernah ada kesuksesan sejati yang dapat diraih, tanpa adanya karakter yang kuat. Dan dari semua karakter yang menjadi syarat keberhasilan, yang paling menentukan adalah: komitmen dan kesetiaan. Dari komitmen dan kesetiaanlah, akan lahir KETEKUNAN, KEULETAN, KEPATUHAN, KEGIGIHAN dan sikap DISIPLIN.
Menilik kisah para samurai di masa lalu, mereka bahkan meletakkan loyalitas atau kesetiaan di atas segalanya, termasuk di atas nyawa mereka sendiri. Karena bagi seorang samurai, gagal dalam soal kesetiaan, berarti hilangnya kehormatan. Dan seorang samurai yang hidup tanpa kehormatan, akan memilih mati.
Hingga masa sekarang pun, peran penting kesetiaan bagi sebuah keberhasilan, baik dalam kehidupan pribadi dan lebih-lebih dalam hubungan bermasyarakat, terbukti nyata di depan kita. Banyak hubungan yang hancur akibat ketidaksetiaan. Keluarga, persahabatan, karier, hubungan bisnis, termasuk organisasi dapat terpecah-belah akibat ketidaksetiaan.
Begitu pula halnya dengan kesetiaan pada diri sendiri; betapa banyak kegagalan yang diakibatkan oleh ketidaksetiaan seseorang pada niatnya semula? Berapa sering kita tak setia pada tujuan atau visi yang semula kita tetapkan, hanya karena keadaannya tak semanis dan semulus yang kita duga? Atau betapa banyak individu yang tergoda untuk menghentikan usahanya, hanya gara-gara menemui hambatan-hambatan sepele? Poinnya adalah, semua itu menunjukkan kurangnya rasa setia. Padahal, PENDIDIKAN dan PENGETAHUAN hanya dapat menunjukan sasarannya, sementara KEAHLIAN dan KETERAMPILAN hanya mengajarkan caranya, akan tetapi SIKAP MENTAL kitalah yang menyukseskannya.
Kesetiaan, bagi saya pribadi, termasuk ketetapan hati yang dilandasi dengan keteguhan pada tujuan, serta ketekunan dalam menghadapi tekanan. Kesetiaan yang seperti ini bukanlah sikap yang statis, dan juga bukan berarti sikap pasrah tanpa daya. Tapi merupakan kunci untuk meraih sukses.
Dalam kisah Mahabharata yang pernah saya simak, ada lima tingkatan kesetiaan (satya)—diwakili oleh si sulung Pandawa, Yudhistira. Kelima tingkat kesetiaan itu adalah:
1. SATYA WACANA, yang artinya setia atau jujur dalam berkata-kata, tidak berdusta, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan.
2. SATYA HREDAYA, atau setia pada kata hati; berpendirian teguh serta tidak terombang-ambing dalam menegakkan kebenaran.
3. SATYA LAKSANA, yaitu setia dan jujur mengakui dan bertanggung jawab terhadap apapun yang pernah diperbuat.
4. SATYA MITRA, yaitu setia kepada teman atau sahabat.
5. SATYA SEMAYA, yaitu kepada janji.
Nilai kesetiaan atau satya, adalah media penyucian pikiran. Orang yang sering tidak jujur, sudah pasti kecerdasannya akan diracuni oleh virus ketidakjujuran. Ketidakjujuran tersebut akan menyebabkan pikirannya menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh dorongan panca indera. Di samping itu, ia akan sulit memperoleh kepercayaan dari lingkungannya, Tuhan pun tidak akan merestuinya.
Kesetiaan Dibuktikan Oleh 4 Ujian
"Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kejujuran (satya), atma disucikan dengan tapa brata, budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan (spiritual)" ~ Kitab Manawa Dharmasastra
Kesetiaan adalah cermin hati; ia senantiasa cenderung mengungkapkan hal-hal yang kita sembunyikan dalam hati. Karenanya, kesetiaan bukan sekadar sebuah pernyataan, tetapi mesti dibuktikan melalui berbagai ujian. Sedikitnya, ada empat jenis ujian yang akan membuktikan kualitas kesetiaan seseorang.
Yang pertama, adalah ujian berupa WAKTU. Ujian ini akan memperlihatkan kualitas Ketekunan dan Persistensi seseorang. Waktu akan menunjukkan, apakah seseorang cukup setia atau tidak, karena orang yang benar-benar setia adalah THE LAST MAN STANDING, atau mereka yang bertahan hingga akhir. Oleh karena itu, tekunlah selalu pada setiap target yang Anda tetapkan, dan teguhlah dalam proses mencapainya. Buatlah komitmen atas visi hidup Anda.
Ujian yang kedua adalah SITUASI SULIT. Motivasi yang lemah serta sikap mudah menyerah merupakan penyebab utama hancurnya kesetiaan. Oleh karena itu teruslah bertahan menghadapi berbagai badai penghalang saat melalui masa-masa yang sesulit apapun. Tetapi, berusahalah untuk tetap selalu aktif dan kreatif dalam mencari jalan keluar. Karena kesetiaan akan hancur kalau Anda gagal menemukan solusi dan pemecahan untuk mengatasi kesulitan.
Yang ketiga adalah ujian yang berbentuk Friksi atau Gesekan. Semestinya, semakin dekat suatu hubungan akan semakin berpotensi menimbulkan gesekan. Itulah kenapa kita tidak pernah mengalami gesekan dengan orang-orang yang kurang kita kenal. Malah sebaliknya, terhadap orang yang dekat dengan kitalah sebuah konflik sentiasa terjadi. Maka dari itu, jangan terlalu kaget saat menghadapi gesekan. Sebaliknya, tetaplah jernih dan bersikap wajar menghadapinya. Karena kesetiaan dapat tetap dipertahankan jika kita mampu menyelesaikan konflik secara benar.
Ujian yang terakhir adalah kesiapan untuk “Membayar Harga”. Maksud saya di sini, kesetiaan adalah komitmen kita untuk mempersembahkan sebuah pengorbanan bagi pihak lain. Seseorang yang mau menang sendiri biasanya tidak akan mampu bertahan kalau ia harus berkorban. Dan dengan begitu, maka kesetiaannya akan sulit menerima ujian yang keempat ini.
sumber : andriewongso.com