Giving More, Receiving More
Banyak memberi, banyak menerima. Dengan perencanaan yang matang, kebiasaan memberi akan jadi “bagian” perencanaan keuangan yang bisa membuat kita berlimpahan.
Banyak dermawan dunia yang sangat menginspirasi. Sebut saja salah satu orang terkaya di dunia, Warren Buffet, yang menyumbangkan hampir semua kekayaannya untuk amal di Yayasan Bill & Melinda Gates—sebuah yayasan sosial yang dikelola miliuner dunia pemilik Microsoft, Bill Gates. Jika dihitung, jumlahnya tentu sangat spektakuler, karena mencapai triliunan, bahkan konon melebihi anggaran belanja negara kita. Baru-baru ini kita juga mendengar kabar bahwa founder dan CEO Facebook, Marc Zuckerberg, dan istrinya, menyumbang 45 miliar dolar AS untuk amal.
Hebatnya, sesuai rumusan “banyak memberi, banyak menerima”—yang hingga kini belum bisa dijelaskan secara ilmiah, namun sudah banyak dirasakan bukti nyatanya—kembali terjadi. Bukannya menjadi miskin dengan menyumbangkan hartanya, tapi orang-orang terkaya dunia itu kekayaan malah makin bertambah.
Inilah “resep” keuangan yang konon tidak mengenal hitungan matematis. Bantulah, maka kita akan banyak dibantu orang. Berdermalah, maka keuangan kita pun akan “selamat”. Sebab, belum ada kisah orang yang menyumbangkan hartanya, malah jadi miskin dan bangkrut. Tentu, masing-masing orang punya standar, koridor, dan caranya masing-masing dalam mendonorkan uangnya untuk kepentingan amal dan sosial.
Efektif dan Tetap Sasaran
Tetapi, agar efektif dan tepat sasaran, kadang kita pun harus jeli dalam mendonorkan sebagian harta kita. Sebab, dengan cara yang benar dan tepat, bukan hanya bisa membantu banyak orang, tapi juga mendatangkan kebahagiaan. Dan, jika ini terjadi, tentu bekerja pun akan makin senang. Sehingga, tanpa terasa, hidup jadi berkelimpahan, mendapat balasan kebaikan yang tak terduga dengan berbagai bentuknya.
Lantas, apa yang harus kita “siapkan” saat ingin berdonasi? Berikut beberapa tentang berdonasi yang bisa kita jadikan catatan, agar tahun depan keuangan kita pun akan makin mendatangkan kebahagiaan lahir batin:
Masukkan dana sosial ke perencanaan keuangan
Kadang, kita sering kali memasukkan berbagai rencana keuangan, termasuk dana sumbangan. Tapi, sering kali yang dimasukkan adalah dana sumbangan kawinan, atau sumbangan ke hajatan relasi. Untuk itu, akan lebih baik juga untuk menyisihkan dana sumbangan sosial dan amal ke dalam perencanaan keuangan. Tentu, ini bukan bermaksud membatasi jumlah yang hendak didonasikan. Tapi, semata agar lebih ada persiapan yang bisa kita lakukan agar donasi yang diberikan porsinya tidak berkurang, bahkan kalau perlu bisa terus bertambah dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun.
Tentukan hendak masuk ke mana dana amal yang paling menyentuh hati
Agar makin berkelimpahan, maka dana amal pun ada baiknya perlu kita “arahkan” untuk dana-dana yang benar-benar sesuai. Misalnya, untuk membayar zakat harta atau persepuluhan, jika ingin menyentuh “aspek kewajiban” dalam sebuah agama. Atau, berikan kepada orang terdekat yang benar-benar membutuhkan. Misalnya, kepada pembantu rumah tangga dengan membayarkan uang sekolah anaknya. Rasa yang didapat dengan memberikan donasi pada hal yang paling menyentuh hati ini akan membuat kita lebih bahagia.
Cari informasi tentang lembaga yang hendak disumbang
Agar makin bisa memberikan dampak maksimal, kita pun adakalanya perlu mencari tahu lembaga yang hendak kita sumbang. Atau, jika hendak diberikan secara perorangan, kita pun perlu tahu latar belakang orang yang kita beri agar dana yang diberikan benar-benar dimanfaatkan pada hal yang dibutuhkan.
Ajak orang terdekat untuk juga ikut peduli
Jika memiliki anak, mulailah untuk mengajarkan hal yang sama. Atau, jika punya saudara dan relasi yang punya dana lebih, ajak untuk ikut kegiatan donasi. Hal tersebut akan membuat lingkungan sekitar kita lebih peduli dan akhirnya, rasa bahagia yang didapat pun berlipat.
Coba cari cara paling efektif untuk memberikan sumbangan
Warren Buffet pun sampai perlu menyumbang melalui orang lain, yakni yayasan Bill & Melinda Gates. Maka, ada baiknya—apalagi dengan alasan kesibukan—kita mencari partner yang tepat agar donasi yang diberikan bisa memberikan dampak maksimal. Selama ini, ada banyak lembaga yang bergerak di bidang sosial, misalnya dompet peduli hingga tempat-tempat ibadah yang mengelola dana sumbangan untuk disampaikan kepada yang berhak.
Tapi, jika kita sudah “terbiasa” menyumbangkan dana ke lembaga tertentu, ada baiknya sesekali kita berikan langsung kepada yang berhak. Atau malah, “mengejutkan” orang yang kita rasa benar-benar butuh dengan memberikan uang lebih, misalnya pada tukang parkir di jalan atau penyapu jalanan. Rasa yang didapat dengan terima kasih berlipat yang diucap dari orang yang menerima langsung dari kita, biasanya punya “sensasi” yang jauh lebih membahagiakan. Dan, jika ini terjadi, motivasi kerja untuk mencari rezeki pun sering kali jauh berlipat.
Jika memang dirasa sedang tak bisa menyumbang, katakan saja tidak
Ketika dimintakan sumbangan, jika memang benar-benar merasa belum bisa memberi dalam bentuk uang, jangan risih berkata tidak. Daripada mengatakan, “mungkin”, “nanti kalau ada”, itu hanya akan memberi “tekanan” bahwa kita harus menyumbang. Padahal, jika rasa itu muncul, bisa jadi kita seperti orang yang merasa berutang. Namun jika memang tetap ingin menyumbang, katakan saja, misalnya: “Saya ingin menyumbang, tapi tidak dalam bentuk uang. Boleh saya sumbang tenaga untuk jadi relawan?”
Proaktiflah jika ingin menjadikan donasi sebagai sebuah kebiasaan
Ada yang mengatakan, menyumbang jangan sampai “kelihatan” agar tak membuat kita jadi sombong. Tapi, dengan niat yang benar, sumbangan kita malah bisa jadi pemicu orang lain untuk ikut peduli. Karena itu, proaktiflah saat ingin berdonasi. Ada banyak jalan, ada banyak cara. Jadikan itu menjadi kebiasaan positif. Niscaya, bukannya berkurang, tapi keuangan kita malah akan selalu terjaga. Mari kita mulai sekarang….!
sumber : andriewongso.com
baca juga : Wanita pertama yang ke ruang angkasa