Kenali lima hal yang bisa membunuh semangat dan motivasi Anda:
1. Mudah puas
Menginginkan hidup yang hanya "lebih baik" adalah suatu permulaan yang baik, tetapi jika hanya berakhir di situ-situ saja, maka motivasi tidaklah dibutuhkan. Anda harus mempunyai hasil yang jelas yang ingin dicapai, supaya terus bergerak maju. Buat target yang sangat spesifik dan jelas yang "hidup" dalam pikiran Anda, sebuah tujuan/mimpi yang dapat Anda lihat, sentuh, dan rasakan. Ingatlah, bahwa pencapaian Anda hari ini harus membawa Anda kepada pencapaian selanjutnya.
2. Mudah kompromi
Bergerak dari tempat Anda berada menuju ke tempat yang Anda inginkan membutuhkan keberanian dalam menghadapi perubahan, risiko, dan rasa tidak nyaman. Ketika hal-hal demikian muncul, kebanyakan orang akan mulai membuat alasan-alasan untuk menghindari tantangan-tantangan yang mungkin timbul. Ketika alasan untuk mundur masuk dalam kepala Anda, motivasi untuk tetap bergerak maju akan hilang. Untuk menghindari jebakan ini, perhatikan alasan-alasan menghambat apa yang sering muncul dan paksa diri Anda untuk membuktikan bahwa alasan-alasan Anda tersebut salah!
3. Mudah jatuh
Ini adalah tantangan yang paling sering terjadi dan sangat penting untuk diperhatikan. Sebuah batu kecil sekalipun cukup untuk membuat seseorang yang sedang mengendarai sepeda berubah arah, dan mungkin sampai terjatuh. Demikian juga kehidupan Anda. Latih dan biasakan pikiran Anda bukan hanya tahu, tapi juga percaya bahwa setiap ‘batu’ yang ada di sepanjang jalan Anda adalah sebuah pengalaman belajar yang menarik, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk sukses.
4. Mudah lupa
Seharusnya seseorang melakukan sesuatu karena sebuah alasan. Jangan lakukan sesuatu jika Anda tidak tahu mengapa Anda mau/harus melakukannya. Apapun yang Anda lakukan haruslah dilakukan karena sebuah alasan. Ketika Anda tidak mempunyai cukup alasan untuk melakukan sesuatu, maka Anda juga tidak akan memiliki cukup motivasi. Jangan pernah lupa alasan mengapa Anda harus mencapai tujuan Anda. Renungkan alasan tersebut terus-menerus.
5. Mudah menyerah
Hidup itu seperti berada dalam "medan perang", apabila Anda tidak mau berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang Anda inginkan, maka Anda tidak akan mendapatkan apa-apa. Di dalam peperangan tidak boleh ada kata mundur/menyerah. Berjuanglah untuk hidup Anda atau bahkan untuk orang-orang yang Anda kasihi. Keberhasilan Anda akan menjadi berkat bagi orang lain. Ingat, ketika motivasi dalam diri Anda lenyap, maka sebenarnya Anda sudah "mati", walaupun hidup secara raga.
Sumber : andriewongso.com
The Power of Dreams
Apa yang muncul di pikiran Anda tentang impian atau dreams? Bagi sebagian orang, impian mungkin hanya akan berhenti sebagai bunga tidur. Tapi bagi mereka yang menjadikan impian sebagai bangunan dasar untuk mewujudkan angan-angan, impian bisa selalu menjadi api semangat untuk meraih apa pun!
Saya sudah membuktikan dalam perjalanan hidup saya sendiri. Bahwa impian sebesar apa pun, dengan perjuangan habis-habisan, pasti bisa menjadi nyata. Dan inilah yang kemudian terus saya bawa dalam kehidupan hingga hari ini.
Prinsip saya, Success is My Right! Sukses adalah hak saya, hak Anda, dan hak siapa saja yang menyadari, menginginkan, dan memperjuangkan dengan sepenuh hati! Setidaknya ada tiga hal yang bisa diambil dari filosofi tersebut.
Pertama, bahwa manusia pasti bisa mengubah nasibnya dengan kerja keras dan usaha mati-matian. Yakini bahwa sukses adalah hak saya, hak Anda, dan hak siapa saja. Syaratnya, mau berusaha sekuat tenaga. Ujian, cobaan, halangan, tantangan, dan masalah hanyalah vitamin yang membuat kita kuat. Dengan keyakinan bahwa kita bisa sukses, semua hal negatif itu justru akan jadi batu pijakan untuk membuat kita “naik kelas”.
Kedua, saat meyakini impian, hati, pikiran, ucapan, dan tindakan harus jadi satu! Kalau semua itu bisa kita sinergikan, tantangan seberat apa pun akan bisa kita taklukkan. Ini yang harus terus dipadupadankan, sehingga energi kita bisa menyatu untuk meraih apa pun yang kita inginkan.
Ketiga, jangan pernah menyerah! Semua ada proses dan waktunya. Jika semua perjuangan maksimal telah kita lakukan, yakini bahwa kekuatan spiritual yang datang dari anugerahNya akan bersama kita. Tinggal menunggu waktu, terus berjuang, apa pun impian Anda, niscaya jadi nyata.
sumber : andriewongso.com
Saya sudah membuktikan dalam perjalanan hidup saya sendiri. Bahwa impian sebesar apa pun, dengan perjuangan habis-habisan, pasti bisa menjadi nyata. Dan inilah yang kemudian terus saya bawa dalam kehidupan hingga hari ini.
Prinsip saya, Success is My Right! Sukses adalah hak saya, hak Anda, dan hak siapa saja yang menyadari, menginginkan, dan memperjuangkan dengan sepenuh hati! Setidaknya ada tiga hal yang bisa diambil dari filosofi tersebut.
Pertama, bahwa manusia pasti bisa mengubah nasibnya dengan kerja keras dan usaha mati-matian. Yakini bahwa sukses adalah hak saya, hak Anda, dan hak siapa saja. Syaratnya, mau berusaha sekuat tenaga. Ujian, cobaan, halangan, tantangan, dan masalah hanyalah vitamin yang membuat kita kuat. Dengan keyakinan bahwa kita bisa sukses, semua hal negatif itu justru akan jadi batu pijakan untuk membuat kita “naik kelas”.
Kedua, saat meyakini impian, hati, pikiran, ucapan, dan tindakan harus jadi satu! Kalau semua itu bisa kita sinergikan, tantangan seberat apa pun akan bisa kita taklukkan. Ini yang harus terus dipadupadankan, sehingga energi kita bisa menyatu untuk meraih apa pun yang kita inginkan.
Ketiga, jangan pernah menyerah! Semua ada proses dan waktunya. Jika semua perjuangan maksimal telah kita lakukan, yakini bahwa kekuatan spiritual yang datang dari anugerahNya akan bersama kita. Tinggal menunggu waktu, terus berjuang, apa pun impian Anda, niscaya jadi nyata.
sumber : andriewongso.com
Kekuatan Sang Pemimpi
Saya tidak pernah bisa mengetik sepuluh jari. Satu-satunya kesempatan di mana saya belajar mengetik adalah saat duduk di kelas 3 SMU, di mana syarat kelulusan mutlak adalah mengantongi sedikitnya SATU dari dua ijazah ujian nasional: Akuntansi dan Mengetik.
Sebagai pembenci angka sejati, saya mengandalkan kelulusan pada ijazah mengetik, yang sialnya, sama sekali tidak saya kuasai. Alhasil, selama 3 jam setiap minggu, di ruangan sumpek di sudut gedung sekolah, saya berkutat dengan mesin tik butut yang huruf-hurufnya ditempeli stiker hitam, merelakan mata saya ditutup dengan kain buluk dan belajar menghafal letak huruf di bawah ancaman hukuman. Jangan tanya kenapa. Itulah metode mengajar guru saya yang terbukti efektif membuat kami lulus hanya dengan persiapan selama 6 bulan, walau tentu saja, sebagai efek sampingnya kami membenci beliau setengah mati.
Setelah belajar mati-matian, saya lulus dengan nilai seadanya. Sangat tidak sebanding dengan jerih lelah selama 6 bulan, tapi itulah hasil yang didapat jika terbalik memasang kertas stensil pada ujian mengetik berstandar nasional.
Saya bertekad tidak akan menyia-nyiakan ‘ilmu’ yang didapat dengan susah payah itu. Saya selalu ingin menjadi penulis. Sejak belajar mengetik, saya menguasai satu-satunya mesin ketik di rumah dan saya bertekad akan mengoptimalkan kinerja mesin tua itu. Jadi, mulailah saya menulis. Tidak tanggung-tanggung. Saya mengetik cerpen sepanjang 9 halaman.
Pekerjaan itu memakan waktu semalaman. Hasilnya adalah berlembar-lembar kertas HVS yang penuh tipp-ex dan jari telunjuk yang pegal setengah mati. Tim penilai ujian nasional telah melakukan kesalahan besar dengan meluluskan saya. Berulang kali saya menjebloskan jari ke sela-sela tombol huruf dan membuat kesalahan konyol yang tidak bisa di-undo.
Dengan penuh percaya diri saya mengirim cerpen itu ke majalah; mahakarya pertama yang dibuat dengan mesin ketik usang. Saya sangat bangga. Optimis luar biasa. Redaksi majalah itu pasti terkesan.
Cerpen tersebut saya tulis lebih dari 5 tahun yang lalu. Sampai sekarang tidak ada kabar apapun dari majalah yang bersangkutan. Sejujurnya, saya bahkan ragu naskah itu DIBACA, karena penuh tipp-ex dan penampilannya sangat tidak meyakinkan.
Menjadi penulis adalah cita-cita terbesar saya. Melihat karya saya diterbitkan adalah mimpi yang selalu saya jaga baik-baik agar tidak layu. Sayangnya, berapa kali pun mencoba, saya tidak pernah melihat mimpi itu terwujud. Saya melihat mimpi berbunga di pekarangan rumah orang. Mimpi saya sendiri tetaplah berupa benih dalam pot yang tidak kunjung bertunas.
Bahkan setelah saya mengganti mesin ketik dengan seperangkat komputer, bunga yang saya lihat tetap tumbuh di pekarangan orang. Novel atas nama orang. Cerpen atas nama orang. Artikel atas nama orang. Mimpi saya tetaplah benih yang bersemayam jauh di dalam lapisan tanah kotor dan lembap.
Awal 2006, saya menemukan sebuah majalah yang langsung membuat liur saya bertetesan. Majalah itu adalah sebuah kompilasi cerpen yang terbit setiap bulan dengan mengusung penulis-penulis kawakan sebagai editor: Putu Wijaya, Seno Gumira, Jujur Prananto dan entah siapa lagi. Saya berdiri di depan rak Gramedia sambil memegangi majalah itu. Ketika saya membawanya ke kasir, semua kegagalan saya terlupakan. Saya tahu, nama saya akan tercatat dalam majalah tersebut.
Beberapa minggu setelahnya, saya pergi mengunjungi kawan di Jakarta Selatan. Ketika berhenti untuk membayar tol, pandangan saya singgah pada si penjaga loket; wanita berusia awal duapuluhan berambut sebahu yang wajahnya superkecut. Malamnya, saya duduk di depan komputer dan menulis cerita berjudul ‘Anugerah Terindah’ dengan tokoh utama gadis jutek penjaga loket. Saya mengirim cerpen itu ke redaksi majalah impian, dan memasrahkan diri pada hasilnya.
Que sera-sera. What will be, will be.
Tiga bulan kemudian, menjelang malam, sebuah e-mail mampir di inbox saya. Cerpen saya diterima! Malam itu menjadi malam yang ajaib dalam hidup saya.
Saya tersenyum-senyum di depan komputer warnet selama setengah jam penuh.
Saya membayar ongkos warnet sambil tersenyum lebar.
Saya berjalan ke tempat parkir dengan senyum superlebar.
Saya berhenti di tukang jagung bakar, untuk membelikan pesanan si Papah, masih dengan senyum lebar.
Saya menunggui jagung matang sambil cengar-cengir. Encik paruh baya penjual jagung tampak begitu cantik, dan pengipas arang berkaus kumal menjelma menjadi pangeran tampan.
Malam itu, saya mengalihkan pandangan dari pekarangan tetangga. Benih di pot saya mulai bertunas.
Beberapa minggu lalu, saya mampir ke toko buku dan iseng membeli novel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata: Sang Pemimpi. Karena sibuk, saya mengabaikan novel itu selama beberapa hari. Ketika akhirnya punya waktu luang, saya mulai membaca dan tidak bisa berhenti.
Ikal dan Arai, tokoh utama dalam kisah nyata ini, adalah sosok-sosok yang bukan hanya memahami makna ‘bermimpi’. Mereka bertahan demi mimpi. Mereka mengejar mimpi. Mereka hidup untuk mewujudkan mimpi.
Ikal dan Arai hanya 2 dari sekian banyak pemuda Melayu pedalaman yang terpaksa pasrah menerima kenyataan terlahir sebagai rakyat miskin di daerah terpencil yang penduduknya bahkan belum pernah melihat kuda. Dalam kondisi serba sulit, mereka tidak punya pilihan selain berjuang mempertahankan hidup sambil menggali keindahan sebuah mimpi. Menahan berat peti dan bau amis ikan sebagai konsekuensi dari pekerjaan kuli angkut pelabuhan sambil terus memeluk mimpi-mimpi.
Tekad untuk tidak mendahului nasib telah menghantar 2 pemuda yang hingga lulus SMA tidak pernah mengenal Kentucky Fried Chicken ini ke Sorbonne, Perancis, sebuah tempat yang bertahun-tahun silam digaungkan oleh seorang guru dan menjelma menjadi sebutir benih dalam hati mereka. Benih yang terus dipelihara dan dijaga dengan setia, tidak peduli semustahil apapun tampaknya, sesukar apapun kondisinya.
“Bermimpilah, sebab Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”
Itulah kalimat yang selalu mereka ucapkan. Kalimat yang kesaktiannya menyaingi daya magis ilmu madraguna, bukan karena jampi bertuah, melainkan karena kata-kata sederhana itu telah memberi kekuatan pada kaki-kaki mereka untuk terus berlari.
Saya menutup buku dengan perasaan campur aduk; antara terharu, senang dan geli.
Mereka benar.
Kekuatan yang sama telah membuat mimpi saya bertunas, walau saya tetap tidak bisa mengetik sepuluh jari.
sumber : andriewongso.com
Sebagai pembenci angka sejati, saya mengandalkan kelulusan pada ijazah mengetik, yang sialnya, sama sekali tidak saya kuasai. Alhasil, selama 3 jam setiap minggu, di ruangan sumpek di sudut gedung sekolah, saya berkutat dengan mesin tik butut yang huruf-hurufnya ditempeli stiker hitam, merelakan mata saya ditutup dengan kain buluk dan belajar menghafal letak huruf di bawah ancaman hukuman. Jangan tanya kenapa. Itulah metode mengajar guru saya yang terbukti efektif membuat kami lulus hanya dengan persiapan selama 6 bulan, walau tentu saja, sebagai efek sampingnya kami membenci beliau setengah mati.
Setelah belajar mati-matian, saya lulus dengan nilai seadanya. Sangat tidak sebanding dengan jerih lelah selama 6 bulan, tapi itulah hasil yang didapat jika terbalik memasang kertas stensil pada ujian mengetik berstandar nasional.
Saya bertekad tidak akan menyia-nyiakan ‘ilmu’ yang didapat dengan susah payah itu. Saya selalu ingin menjadi penulis. Sejak belajar mengetik, saya menguasai satu-satunya mesin ketik di rumah dan saya bertekad akan mengoptimalkan kinerja mesin tua itu. Jadi, mulailah saya menulis. Tidak tanggung-tanggung. Saya mengetik cerpen sepanjang 9 halaman.
Pekerjaan itu memakan waktu semalaman. Hasilnya adalah berlembar-lembar kertas HVS yang penuh tipp-ex dan jari telunjuk yang pegal setengah mati. Tim penilai ujian nasional telah melakukan kesalahan besar dengan meluluskan saya. Berulang kali saya menjebloskan jari ke sela-sela tombol huruf dan membuat kesalahan konyol yang tidak bisa di-undo.
Dengan penuh percaya diri saya mengirim cerpen itu ke majalah; mahakarya pertama yang dibuat dengan mesin ketik usang. Saya sangat bangga. Optimis luar biasa. Redaksi majalah itu pasti terkesan.
Cerpen tersebut saya tulis lebih dari 5 tahun yang lalu. Sampai sekarang tidak ada kabar apapun dari majalah yang bersangkutan. Sejujurnya, saya bahkan ragu naskah itu DIBACA, karena penuh tipp-ex dan penampilannya sangat tidak meyakinkan.
Menjadi penulis adalah cita-cita terbesar saya. Melihat karya saya diterbitkan adalah mimpi yang selalu saya jaga baik-baik agar tidak layu. Sayangnya, berapa kali pun mencoba, saya tidak pernah melihat mimpi itu terwujud. Saya melihat mimpi berbunga di pekarangan rumah orang. Mimpi saya sendiri tetaplah berupa benih dalam pot yang tidak kunjung bertunas.
Bahkan setelah saya mengganti mesin ketik dengan seperangkat komputer, bunga yang saya lihat tetap tumbuh di pekarangan orang. Novel atas nama orang. Cerpen atas nama orang. Artikel atas nama orang. Mimpi saya tetaplah benih yang bersemayam jauh di dalam lapisan tanah kotor dan lembap.
Awal 2006, saya menemukan sebuah majalah yang langsung membuat liur saya bertetesan. Majalah itu adalah sebuah kompilasi cerpen yang terbit setiap bulan dengan mengusung penulis-penulis kawakan sebagai editor: Putu Wijaya, Seno Gumira, Jujur Prananto dan entah siapa lagi. Saya berdiri di depan rak Gramedia sambil memegangi majalah itu. Ketika saya membawanya ke kasir, semua kegagalan saya terlupakan. Saya tahu, nama saya akan tercatat dalam majalah tersebut.
Beberapa minggu setelahnya, saya pergi mengunjungi kawan di Jakarta Selatan. Ketika berhenti untuk membayar tol, pandangan saya singgah pada si penjaga loket; wanita berusia awal duapuluhan berambut sebahu yang wajahnya superkecut. Malamnya, saya duduk di depan komputer dan menulis cerita berjudul ‘Anugerah Terindah’ dengan tokoh utama gadis jutek penjaga loket. Saya mengirim cerpen itu ke redaksi majalah impian, dan memasrahkan diri pada hasilnya.
Que sera-sera. What will be, will be.
Tiga bulan kemudian, menjelang malam, sebuah e-mail mampir di inbox saya. Cerpen saya diterima! Malam itu menjadi malam yang ajaib dalam hidup saya.
Saya tersenyum-senyum di depan komputer warnet selama setengah jam penuh.
Saya membayar ongkos warnet sambil tersenyum lebar.
Saya berjalan ke tempat parkir dengan senyum superlebar.
Saya berhenti di tukang jagung bakar, untuk membelikan pesanan si Papah, masih dengan senyum lebar.
Saya menunggui jagung matang sambil cengar-cengir. Encik paruh baya penjual jagung tampak begitu cantik, dan pengipas arang berkaus kumal menjelma menjadi pangeran tampan.
Malam itu, saya mengalihkan pandangan dari pekarangan tetangga. Benih di pot saya mulai bertunas.
Beberapa minggu lalu, saya mampir ke toko buku dan iseng membeli novel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata: Sang Pemimpi. Karena sibuk, saya mengabaikan novel itu selama beberapa hari. Ketika akhirnya punya waktu luang, saya mulai membaca dan tidak bisa berhenti.
Ikal dan Arai, tokoh utama dalam kisah nyata ini, adalah sosok-sosok yang bukan hanya memahami makna ‘bermimpi’. Mereka bertahan demi mimpi. Mereka mengejar mimpi. Mereka hidup untuk mewujudkan mimpi.
Ikal dan Arai hanya 2 dari sekian banyak pemuda Melayu pedalaman yang terpaksa pasrah menerima kenyataan terlahir sebagai rakyat miskin di daerah terpencil yang penduduknya bahkan belum pernah melihat kuda. Dalam kondisi serba sulit, mereka tidak punya pilihan selain berjuang mempertahankan hidup sambil menggali keindahan sebuah mimpi. Menahan berat peti dan bau amis ikan sebagai konsekuensi dari pekerjaan kuli angkut pelabuhan sambil terus memeluk mimpi-mimpi.
Tekad untuk tidak mendahului nasib telah menghantar 2 pemuda yang hingga lulus SMA tidak pernah mengenal Kentucky Fried Chicken ini ke Sorbonne, Perancis, sebuah tempat yang bertahun-tahun silam digaungkan oleh seorang guru dan menjelma menjadi sebutir benih dalam hati mereka. Benih yang terus dipelihara dan dijaga dengan setia, tidak peduli semustahil apapun tampaknya, sesukar apapun kondisinya.
“Bermimpilah, sebab Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”
Itulah kalimat yang selalu mereka ucapkan. Kalimat yang kesaktiannya menyaingi daya magis ilmu madraguna, bukan karena jampi bertuah, melainkan karena kata-kata sederhana itu telah memberi kekuatan pada kaki-kaki mereka untuk terus berlari.
Saya menutup buku dengan perasaan campur aduk; antara terharu, senang dan geli.
Mereka benar.
Kekuatan yang sama telah membuat mimpi saya bertunas, walau saya tetap tidak bisa mengetik sepuluh jari.
sumber : andriewongso.com
3 Tipe Manusia Dalam Meraih Kesuksesan
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa ada sebagian orang yang dapat meraih kesuksesan yang diidam-idamkan banyak orang, dan di sisi lain lebih banyak orang yang tidak berhasil meraihnya?
Saat ini begitu banyak diadakan pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar luar biasa yang mampu mengubah diri Anda menjadi yang terbaik untuk meraih apapun yang Anda inginkan. Anda mempunyai peluang yang cukup besar untuk menjalani hidup yang dinikmati oleh orang-orang yang telah sukses. Tetapi kenyataannya, hanya sedikit sekali kategori orang yang sukses. Malah sebaliknya, lebih dari 90% orang yang hidup biasa-biasa saja atau di bawah rata-rata.
Tanyalah orang-orang yang ada di sekeliling Anda apakah mereka ingin meraih kesuksesan. Pertanyaan ini mungkin kedengarannya bodoh. Saya yakin semuanya pasti menjawab ‘YA’ dengan meyakinkan. Tapi lihatlah kenyataan sebenarnya, lebih banyak orang yang tidak sukses daripada yang sukses.
Permasalahannya terletak pada diri Anda sendiri. Berguna tidaknya ilmu yang Anda pelajari dari buku-buku ataupun seminar-seminar, tergantung diri Anda sendiri. Dengan kata lain, Andalah yang menciptakan kesuksesan sekaligus kegagalan Anda.
Dalam usaha meraih kesuksesan, sikap seseorang dapat terbagi 3 tipe.
1. Orang yang bersikap “saya mau sukses”. Orang dengan tipe seperti ini sulit untuk meraih sukses karena semua orang juga pasti mau sukses. Mereka hanya mau saja, atau hanya sekadar ingin, tetapi mereka tidak ingin membayar harga yang pantas untuk itu. Mereka sebenarnya tidak benar-benar mau. Orang-orang yang memiliki sikap mental yang lemah seperti ini hanya akan menjadi seorang pemimpi belaka tanpa pernah berusaha sedikitpun untuk mewujudkannya. Mereka hanya bersikap pasif dan reaktif, hanya menunggu setiap kesempatan baik datang, bukannya bersikap aktif mencari dan menciptakan peluang itu sendiri.
2. Orang yang bersikap “saya memilih untuk sukses”. Orang-orang yang memiliki sikap mental seperti ini jauh lebih bisa diandalkan daripada orang yang hanya mau sukses. Mereka membuat suatu keputusan yang kuat untuk meraih sukses. Karena mereka memilih untuk sukses, maka mereka tidak mau memilih apapun yang dapat menghalangi mereka dalam meraihnya. Mereka bertanggung jawab sepenuhnya atas kesuksesan mereka sendiri.
3. Orang yang punya prinsip “saya berkomitmen untuk menjadi sukses”. Orang-orang ini tidak akan pernah menyerah apalagi mundur sebelum kesuksesan berhasil mereka raih. Mereka berkomitmen penuh 100% untuk melakukan apapun untuk meraih apa yang paling mereka impikan. Mereka tidak pernah memiliki alasan untuk berhenti dan menyerah tidak pernah ada dalam kamus hidup mereka. Mereka membakar jalan di belakang mereka sehingga tidak ada jalan lain lagi selain maju. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, uang maupun pikiran mereka untuk membayar harga sebuah kesuksesan. Mereka layaknya sebuah kereta api yang meluncur dengan kecepatan penuh sehingga tidak ada apa pun atau siapa pun yang sanggup menahan dan menghentikan mereka. Komitmen membuat mereka menjadi tak terbendung.
Ini yang membedakan antara orang yang sukses dengan yang gagal. Orang yang memiliki komitmen yang kuat bukan hanya mau sukses, tetapi juga mereka benar-benar mau sukses. Mereka berani menyatakan bahwa mereka akan meraih kesuksesan yang mereka impikan.
Sekarang tanyakan diri Anda, apakah Anda mau sukses atau benar-benar berkomitmen untuk sukses? Setiap orang ingin sukses, tetapi hanya sedikit sekali yang berusaha mewujudkannya. Semua tergantung Anda sendiri. Jika Anda telah mempelajari semua resep sukses, tetapi Anda tidak pernah berkomitmen kepada diri Anda sendiri, kemungkinan besar Anda tidak akan pernah meraih kesuksesan.
Perjalanan meraih kesuksesan penuh dengan jalan yang rusak, berlubang, berkerikil tajam, batuan besar serta jurang yang akan dengan mudah menghentikan Anda jika Anda tidak pernah mau berkomitmen. Hanya dengan komitmenlah Anda akan terus maju melewati rintangan demi rintangan untuk sampai ke tempat tujuan yang telah Anda impikan selama ini.
sumber : andriewongso.com
Saat ini begitu banyak diadakan pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar luar biasa yang mampu mengubah diri Anda menjadi yang terbaik untuk meraih apapun yang Anda inginkan. Anda mempunyai peluang yang cukup besar untuk menjalani hidup yang dinikmati oleh orang-orang yang telah sukses. Tetapi kenyataannya, hanya sedikit sekali kategori orang yang sukses. Malah sebaliknya, lebih dari 90% orang yang hidup biasa-biasa saja atau di bawah rata-rata.
Tanyalah orang-orang yang ada di sekeliling Anda apakah mereka ingin meraih kesuksesan. Pertanyaan ini mungkin kedengarannya bodoh. Saya yakin semuanya pasti menjawab ‘YA’ dengan meyakinkan. Tapi lihatlah kenyataan sebenarnya, lebih banyak orang yang tidak sukses daripada yang sukses.
Permasalahannya terletak pada diri Anda sendiri. Berguna tidaknya ilmu yang Anda pelajari dari buku-buku ataupun seminar-seminar, tergantung diri Anda sendiri. Dengan kata lain, Andalah yang menciptakan kesuksesan sekaligus kegagalan Anda.
Dalam usaha meraih kesuksesan, sikap seseorang dapat terbagi 3 tipe.
1. Orang yang bersikap “saya mau sukses”. Orang dengan tipe seperti ini sulit untuk meraih sukses karena semua orang juga pasti mau sukses. Mereka hanya mau saja, atau hanya sekadar ingin, tetapi mereka tidak ingin membayar harga yang pantas untuk itu. Mereka sebenarnya tidak benar-benar mau. Orang-orang yang memiliki sikap mental yang lemah seperti ini hanya akan menjadi seorang pemimpi belaka tanpa pernah berusaha sedikitpun untuk mewujudkannya. Mereka hanya bersikap pasif dan reaktif, hanya menunggu setiap kesempatan baik datang, bukannya bersikap aktif mencari dan menciptakan peluang itu sendiri.
2. Orang yang bersikap “saya memilih untuk sukses”. Orang-orang yang memiliki sikap mental seperti ini jauh lebih bisa diandalkan daripada orang yang hanya mau sukses. Mereka membuat suatu keputusan yang kuat untuk meraih sukses. Karena mereka memilih untuk sukses, maka mereka tidak mau memilih apapun yang dapat menghalangi mereka dalam meraihnya. Mereka bertanggung jawab sepenuhnya atas kesuksesan mereka sendiri.
3. Orang yang punya prinsip “saya berkomitmen untuk menjadi sukses”. Orang-orang ini tidak akan pernah menyerah apalagi mundur sebelum kesuksesan berhasil mereka raih. Mereka berkomitmen penuh 100% untuk melakukan apapun untuk meraih apa yang paling mereka impikan. Mereka tidak pernah memiliki alasan untuk berhenti dan menyerah tidak pernah ada dalam kamus hidup mereka. Mereka membakar jalan di belakang mereka sehingga tidak ada jalan lain lagi selain maju. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, uang maupun pikiran mereka untuk membayar harga sebuah kesuksesan. Mereka layaknya sebuah kereta api yang meluncur dengan kecepatan penuh sehingga tidak ada apa pun atau siapa pun yang sanggup menahan dan menghentikan mereka. Komitmen membuat mereka menjadi tak terbendung.
Ini yang membedakan antara orang yang sukses dengan yang gagal. Orang yang memiliki komitmen yang kuat bukan hanya mau sukses, tetapi juga mereka benar-benar mau sukses. Mereka berani menyatakan bahwa mereka akan meraih kesuksesan yang mereka impikan.
Sekarang tanyakan diri Anda, apakah Anda mau sukses atau benar-benar berkomitmen untuk sukses? Setiap orang ingin sukses, tetapi hanya sedikit sekali yang berusaha mewujudkannya. Semua tergantung Anda sendiri. Jika Anda telah mempelajari semua resep sukses, tetapi Anda tidak pernah berkomitmen kepada diri Anda sendiri, kemungkinan besar Anda tidak akan pernah meraih kesuksesan.
Perjalanan meraih kesuksesan penuh dengan jalan yang rusak, berlubang, berkerikil tajam, batuan besar serta jurang yang akan dengan mudah menghentikan Anda jika Anda tidak pernah mau berkomitmen. Hanya dengan komitmenlah Anda akan terus maju melewati rintangan demi rintangan untuk sampai ke tempat tujuan yang telah Anda impikan selama ini.
sumber : andriewongso.com
Setiap Orang Punya Bibit Kebaikan
Alkisah, suatu sore di sebuah kantor, setiap akhir bulan, hampir semua karyawan berkumpul untuk merayakan ulang tahun bersama dan sekaligus kocokan arisan. Dan ini adalah arisan periode pertama setelah berakhir periode lalu, sekaligus pimpinan perusahaan berulang tahun sehingga semua orang bersemangat datang merayakan dan berharap mendapatkan arisan yang pertama.
Saat memasuki function room, di dekat pintu masuk di atas meja, disediakan kaleng dan setiap orang wajib memasukkan kertas gulungan kecil bertuliskan nama. Nanti di akhir acara, secara acak akan diambil 1 gulungan dan nama yang tertera yang beruntung mendapatkan uang arisan.
Di sudut ruangan, terlihat wajah sendu ibu pembantu umum di kantor itu. Sikapnya khusuk dalam doa. “Tuhan, tolong hambaMu ini, semoga namaku yang keluar. Sehingga anakku yang sedang sakit bisa mendapatkan biaya untuk operasi dan sembuh seperti sediakala," pintanya sepenuh hati.
Di akhir acara, saat namanya dibacakan dari gulungan kertas kecil, tak terasa linangan air mata si ibu ikut mengiringinya.
“Terima kasih Tuhan, Engkau Maha Baik, telah mendengarkan doa hamba,” dalam hatinya mengucap doa syukur. Semua orang di ruangan itu ikut bersorak gembira. Terasa ada kelegaan menggantung di situ.
Setelah pertemuan usai, si ibu melanjutkan tugas membereskan ruangan bekas pakai itu. Ketika matanya melihat kaleng berisi gulungan nama, sebelum dimusnahkan, iseng dibukanya gulungan nama yang tersisa di dalam kaleng. Dan alangkah terkejutnya dia karena semua gulungan bertuliskan namanya! Seketika pecahlah tangisnya. Perasaan haru biru menyertai. Karena semua orang di kantor ini tidak menulis nama mereka, tetapi menulis namanya, untuk memastikan bahwa gulungan kertas mana pun yang diambil, namanya yang bakal keluar. Dia tidak menyangka, walaupun hanya pembantu di kantor itu, tetapi semua teman menyayangi dengan memastikan dialah yang mendapatkan arisan untuk biaya pengobatan.
Netter yang Luar Biasa,
Secara spontan, tanpa kesepakatan sebelumnya, mereka rela memberikan haknya untuk dimanfaatkan oleh teman yang sedang dalam kesulitan. Karena sesungguhnya pada dasarnya, setiap orang sebagai makhluk yang berTuhan, memiliki bibit kebaikan di dalam dirinya. Dan secara bersamaan, saat kita memikirkan orang lain, Tuhan pasti akan memikirkan keadaan kita.
Sumber : andriewongso.com
Saat memasuki function room, di dekat pintu masuk di atas meja, disediakan kaleng dan setiap orang wajib memasukkan kertas gulungan kecil bertuliskan nama. Nanti di akhir acara, secara acak akan diambil 1 gulungan dan nama yang tertera yang beruntung mendapatkan uang arisan.
Di sudut ruangan, terlihat wajah sendu ibu pembantu umum di kantor itu. Sikapnya khusuk dalam doa. “Tuhan, tolong hambaMu ini, semoga namaku yang keluar. Sehingga anakku yang sedang sakit bisa mendapatkan biaya untuk operasi dan sembuh seperti sediakala," pintanya sepenuh hati.
Di akhir acara, saat namanya dibacakan dari gulungan kertas kecil, tak terasa linangan air mata si ibu ikut mengiringinya.
“Terima kasih Tuhan, Engkau Maha Baik, telah mendengarkan doa hamba,” dalam hatinya mengucap doa syukur. Semua orang di ruangan itu ikut bersorak gembira. Terasa ada kelegaan menggantung di situ.
Setelah pertemuan usai, si ibu melanjutkan tugas membereskan ruangan bekas pakai itu. Ketika matanya melihat kaleng berisi gulungan nama, sebelum dimusnahkan, iseng dibukanya gulungan nama yang tersisa di dalam kaleng. Dan alangkah terkejutnya dia karena semua gulungan bertuliskan namanya! Seketika pecahlah tangisnya. Perasaan haru biru menyertai. Karena semua orang di kantor ini tidak menulis nama mereka, tetapi menulis namanya, untuk memastikan bahwa gulungan kertas mana pun yang diambil, namanya yang bakal keluar. Dia tidak menyangka, walaupun hanya pembantu di kantor itu, tetapi semua teman menyayangi dengan memastikan dialah yang mendapatkan arisan untuk biaya pengobatan.
Netter yang Luar Biasa,
Secara spontan, tanpa kesepakatan sebelumnya, mereka rela memberikan haknya untuk dimanfaatkan oleh teman yang sedang dalam kesulitan. Karena sesungguhnya pada dasarnya, setiap orang sebagai makhluk yang berTuhan, memiliki bibit kebaikan di dalam dirinya. Dan secara bersamaan, saat kita memikirkan orang lain, Tuhan pasti akan memikirkan keadaan kita.
Sumber : andriewongso.com
5 Cara Simpel Meningkatkan Produktivitas Diri
Dunia karier memang penuh dengan yang namanya persaingan. Nah kalau Anda mau meningkatkan karier, Anda perlu meningkatkan juga produktivitas dalam bekerja.
Berikut 5 cara simpel untuk meningkatkan produktivitas diri:
1. Mantaining your energy: Baik secara mental atau fisik, yang namanya kerja, pasti otak ikut berpikir. Jadi meskipun seharian duduk di depan komputer dalam ruangan ber-AC sekalipun, pasti Anda akan tetap merasa lelah, dan kalau sudah begitu pasti produktivitas juga ikut turun. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan meningkatkan energi dalam tubuh kamu. Caranya mudah kok! Biasakan berolahraga minimal 2 jam dalam sehari. Awalnya mungkin terasa sulit, tapi kalau sudah terbiasa, Anda akan merasakan perubahan pada kesehatan dan stamina kamu. Dan pastinya kamu akan lebih produktif.
2. Eating good food for the brain: Makanan yang kurang sehat juga bisa membuat kerja otak tidak maksimal, dan itu bisa mempengaruhi produktivitas dan daya konsentrasi (dalam belajar maupun bekerja). Mulai hari kamu dengan sarapan yang sehat seperti oatmeal dan pisang. Lauk ikan untuk makan siang, terbukti efektif meningkatkan konsentrasi. Minuman teh hijau, buah alpukat, atau dark chocolate bisa menstimulasi fungsi kerja otak.
3. Decrease the number of surrounding distraction: Ada banyak hal yang bisa mengganggu konsentrasi Anda. Baik itu ruangan dan meja kerja yang berantakan, bau tidak enak, atau suara-suara yang berasal dari sekitar kamu. Sebaiknya sebelum mulai kerja, rapikan dan tata meja kamu, sediakan pengharum ruangan dan headphone untuk menepis gangguan dari luar. Dalam keadaan yang nyaman, pekerjaan pasti akan terasa lebih mudah.
4. Learn how to stay fokus: Mengerjakan hal yang kurang Anda suka pasti akan jauh lebih sulit dibanding mengerjakan apa yang Anda cintai. Tapi ada banyak cara untuk membuat semua itu jadi mudah. Yang paling penting, tanamkan rasa tanggung jawab dalam diri dan sadari bahwa pekerjaan yang Anda anggap membosankan itu akan tetap berguna untuk masa depan.
5. Avoid spending time unproductively: Selama bukan waktu tidur, tidak ada alasan untuk tidak produktif. Latih otak kamu untuk selalu mengerjakan atau menghasilkan sesuatu. Contoh sederhana: Anda hobi main video games? Kamu bisa bikin channel YouTube dan bahas pendapat kamu soal video games tertentu, atau kamu bisa bikin tutorial cara mainnya dan lain sebagainya.
sumber : andriewongso.com
Berikut 5 cara simpel untuk meningkatkan produktivitas diri:
1. Mantaining your energy: Baik secara mental atau fisik, yang namanya kerja, pasti otak ikut berpikir. Jadi meskipun seharian duduk di depan komputer dalam ruangan ber-AC sekalipun, pasti Anda akan tetap merasa lelah, dan kalau sudah begitu pasti produktivitas juga ikut turun. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan meningkatkan energi dalam tubuh kamu. Caranya mudah kok! Biasakan berolahraga minimal 2 jam dalam sehari. Awalnya mungkin terasa sulit, tapi kalau sudah terbiasa, Anda akan merasakan perubahan pada kesehatan dan stamina kamu. Dan pastinya kamu akan lebih produktif.
2. Eating good food for the brain: Makanan yang kurang sehat juga bisa membuat kerja otak tidak maksimal, dan itu bisa mempengaruhi produktivitas dan daya konsentrasi (dalam belajar maupun bekerja). Mulai hari kamu dengan sarapan yang sehat seperti oatmeal dan pisang. Lauk ikan untuk makan siang, terbukti efektif meningkatkan konsentrasi. Minuman teh hijau, buah alpukat, atau dark chocolate bisa menstimulasi fungsi kerja otak.
3. Decrease the number of surrounding distraction: Ada banyak hal yang bisa mengganggu konsentrasi Anda. Baik itu ruangan dan meja kerja yang berantakan, bau tidak enak, atau suara-suara yang berasal dari sekitar kamu. Sebaiknya sebelum mulai kerja, rapikan dan tata meja kamu, sediakan pengharum ruangan dan headphone untuk menepis gangguan dari luar. Dalam keadaan yang nyaman, pekerjaan pasti akan terasa lebih mudah.
4. Learn how to stay fokus: Mengerjakan hal yang kurang Anda suka pasti akan jauh lebih sulit dibanding mengerjakan apa yang Anda cintai. Tapi ada banyak cara untuk membuat semua itu jadi mudah. Yang paling penting, tanamkan rasa tanggung jawab dalam diri dan sadari bahwa pekerjaan yang Anda anggap membosankan itu akan tetap berguna untuk masa depan.
5. Avoid spending time unproductively: Selama bukan waktu tidur, tidak ada alasan untuk tidak produktif. Latih otak kamu untuk selalu mengerjakan atau menghasilkan sesuatu. Contoh sederhana: Anda hobi main video games? Kamu bisa bikin channel YouTube dan bahas pendapat kamu soal video games tertentu, atau kamu bisa bikin tutorial cara mainnya dan lain sebagainya.
sumber : andriewongso.com
Great, Greater, Greatest
Bagaimana kita menilai diri sendiri? Ada yang kepercayaan dirinya sangat besar, sehingga merasa bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan caranya sendiri. Ada yang merasa dirinya hanya bagian kecil dari kehidupan, sehingga merasa tak punya peran apa-apa dan menjadikan dirinya minder. Ada yang mengaku hanya mengalir begitu saja dalam hidup. Ada pula yang merasa dirinya sangat beruntung dan dipermudah hidupnya.
Bagi sebagian orang, standar pengukuran terhadap diri sendiri kemudian adalah cerminan dari apa yang dicitrakan orang lain terhadap dirinya. Apa kata orang, itulah cerminan bagaimana cara sederhana orang mengukur tentang dirinya.
Namun, pertanyaan selanjutnya, apa yang harus kita lakukan dengan “nilai-nilai” yang telah dipredikatkan kepada kita? Cukup berpuas dirikah? Atau, malah merasa jengkel dan kesal karena ternyata kita diprasangkakan orang lain tak seperti yang dibayangkan sebelumnya?
Pada pemahaman di sini, ada nilai yang membedakan antara orang yang sukses dan orang yang biasa-biasa saja. Yakni, bagaimana ia menyikapi kondisi dirinya, untuk kemudian melakukan serangkaian tindakan—apakah sebagai reaksi evaluasi atau rekondisi—sehingga bisa menjadi orang yang lebih baik. Minimal, lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Dalam kondisi “minimal” tersebut, muncul pertanyaan berikutnya, benarkah kita sudah lebih baik dari sebelumnya? Apakah sukses yang telah kita raih telah mengantarkan kita menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya?
Perlu diingat, dalam hidup, selalu ada tahapan. Tak akan ada greatest tanpa menjadi greater sebelumnya. Dan, tak ada greater tanpa menjadi great sebelumnya. Bahkan, setelah mencapai greatest pun kadang kita akan terus menjalani hidup yang berputar, berproses, hingga akhirnya mampu menjadi manusia yang seutuhnya. Artinya, bagi semua yang menjalani, predikat apa pun yang dimiliki, sepanjang ia berhasil menjadi yang lebih baik dari sebelumnya, ia telah menjalani sebagian “prosesi” sebagai manusia yang “utuh”. Yakni, manusia yang tercipta dengan segenap kekurangan dan kelebihan, namun mampu memberikan manfaat pada sekelilingnya.
Untuk itu, mari kita selami kembali dalam diri. Apakah kita sudah bisa selalu menjadi insan yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya? Jika belum, mari jadikan setiap saat untuk menjadi masa-masa yang terbaik—minimal bagi diri sendiri dan lingkungan terdekat—agar tiap hari akan jadi hari yang luar biasa.
sumber : andriewongso.com
Bagi sebagian orang, standar pengukuran terhadap diri sendiri kemudian adalah cerminan dari apa yang dicitrakan orang lain terhadap dirinya. Apa kata orang, itulah cerminan bagaimana cara sederhana orang mengukur tentang dirinya.
Namun, pertanyaan selanjutnya, apa yang harus kita lakukan dengan “nilai-nilai” yang telah dipredikatkan kepada kita? Cukup berpuas dirikah? Atau, malah merasa jengkel dan kesal karena ternyata kita diprasangkakan orang lain tak seperti yang dibayangkan sebelumnya?
Pada pemahaman di sini, ada nilai yang membedakan antara orang yang sukses dan orang yang biasa-biasa saja. Yakni, bagaimana ia menyikapi kondisi dirinya, untuk kemudian melakukan serangkaian tindakan—apakah sebagai reaksi evaluasi atau rekondisi—sehingga bisa menjadi orang yang lebih baik. Minimal, lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Dalam kondisi “minimal” tersebut, muncul pertanyaan berikutnya, benarkah kita sudah lebih baik dari sebelumnya? Apakah sukses yang telah kita raih telah mengantarkan kita menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya?
Perlu diingat, dalam hidup, selalu ada tahapan. Tak akan ada greatest tanpa menjadi greater sebelumnya. Dan, tak ada greater tanpa menjadi great sebelumnya. Bahkan, setelah mencapai greatest pun kadang kita akan terus menjalani hidup yang berputar, berproses, hingga akhirnya mampu menjadi manusia yang seutuhnya. Artinya, bagi semua yang menjalani, predikat apa pun yang dimiliki, sepanjang ia berhasil menjadi yang lebih baik dari sebelumnya, ia telah menjalani sebagian “prosesi” sebagai manusia yang “utuh”. Yakni, manusia yang tercipta dengan segenap kekurangan dan kelebihan, namun mampu memberikan manfaat pada sekelilingnya.
Untuk itu, mari kita selami kembali dalam diri. Apakah kita sudah bisa selalu menjadi insan yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya? Jika belum, mari jadikan setiap saat untuk menjadi masa-masa yang terbaik—minimal bagi diri sendiri dan lingkungan terdekat—agar tiap hari akan jadi hari yang luar biasa.
sumber : andriewongso.com
Tekad Saja Tidak Pernah Cukup
“Ketika bertemu dengan keadaan yang memaksa, target yang menantang, atau tujuan yang besar, dari bara yang kecil, bisa terpercik menjadi api semangat yang menggelora.”
Sejarah membuktikan, mereka yang punya tekad kuat dan sangat kuat, akan mampu mendobrak berbagai halangan, rintangan, dan tantangan sekeras apa pun yang mereka jumpai. Bahkan, tak jarang, meski akhirnya kalah oleh waktu—usia yang renta atau bahkan kematian telah datang menjemput—energi dari tekad itu sering kali tetap abadi. Hingga, banyak hal yang tadinya hanya berawal dari sebuah impian, telah menjadi kenyataan beberapa waktu kemudian. Kadang setahun, dua tahun, atau bahkan berabad kemudian.
Namun, tekad saja barang kali memang tak kan pernah cukup. Sebab, tekad adalah apa yang ada dan dirasa dalam diri. Semua itu tak kan berjalan, bergerak, menjadi daya dan tenaga jika tak digerakkan oleh keseluruhan diri. Memulai bertindak, memulai kerja, memulai berkarya, semua itu akan menjadikan energi tekad menjadi kekuatan nyata yang bisa mewujudkan perubahan.
Saya jadi teringat sebuah pepatah Jawa ati karep, bondho cupet. Ini berarti punya tekad dari hati yang kuat, tapi tak dilandasi dengan harta yang cukup. Tanpa bondho atau harta yang cukup, karep atau tekad hanya akan ngarep-arep, atau sekadar berharap-harap. Yang ingin saya tekankan di sini, “harta” bukan soal materi semata. Tapi, harta yang sejati adalah modal dari dalam diri, yakni ketekunan, keuletan, kemauan yang kuat, dan kesungguhan dalam memiliki karep agar mewujud sebagai perubahan yang diinginkan.
Semua hal tersebut harus saling mendukung dan terkait satu sama lain. Karep tak akan jadi kekuatan tanpa adanya bondho. Ibarat seorang atlet yang sangat termotivasi, namun ia tak mau berlatih keras dan berjuang dengan kesungguhan. Tentu, hasil yang didapat tak bisa klop. Sebaliknya, meski ia berlatih dan berjuang keras, tanpa ia memiliki motivasi yang tinggi, biasanya prestasi yang dicapai akan begitu-begitu saja.
Inilah nilai perjuangan yang sebenarnya. Bicara ke hal yang lebih luas, ketika kita ingin membangun Indonesia. Semangat juang yang tinggi, atau tekad yang kuat tak kan pernah cukup. Semua harus saling bahu-membahu ikut membantu, mendorong, dan turut aktif memperjuangkan. Harapan apa pun, tak akan jadi nyata tanpa disertai dengan kerja keras semua pihak.
Begitu juga perusahaan sehebat apa pun. Tekad yang dimiliki, harus didukung oleh seluruh komponen agar benar-benar mampu menjadi kekuatan nyata mewujudkan impian.
Mari, kita kuatkan tekad, perbanyak usaha, perkeras kerja, dan lakukan yang terbaik. Niscaya, perjuangan mati-matian yang kita lakukan akan banyak membuka pintu kesuksesan!!!
sumber : andriewongso.com
Sejarah membuktikan, mereka yang punya tekad kuat dan sangat kuat, akan mampu mendobrak berbagai halangan, rintangan, dan tantangan sekeras apa pun yang mereka jumpai. Bahkan, tak jarang, meski akhirnya kalah oleh waktu—usia yang renta atau bahkan kematian telah datang menjemput—energi dari tekad itu sering kali tetap abadi. Hingga, banyak hal yang tadinya hanya berawal dari sebuah impian, telah menjadi kenyataan beberapa waktu kemudian. Kadang setahun, dua tahun, atau bahkan berabad kemudian.
Namun, tekad saja barang kali memang tak kan pernah cukup. Sebab, tekad adalah apa yang ada dan dirasa dalam diri. Semua itu tak kan berjalan, bergerak, menjadi daya dan tenaga jika tak digerakkan oleh keseluruhan diri. Memulai bertindak, memulai kerja, memulai berkarya, semua itu akan menjadikan energi tekad menjadi kekuatan nyata yang bisa mewujudkan perubahan.
Saya jadi teringat sebuah pepatah Jawa ati karep, bondho cupet. Ini berarti punya tekad dari hati yang kuat, tapi tak dilandasi dengan harta yang cukup. Tanpa bondho atau harta yang cukup, karep atau tekad hanya akan ngarep-arep, atau sekadar berharap-harap. Yang ingin saya tekankan di sini, “harta” bukan soal materi semata. Tapi, harta yang sejati adalah modal dari dalam diri, yakni ketekunan, keuletan, kemauan yang kuat, dan kesungguhan dalam memiliki karep agar mewujud sebagai perubahan yang diinginkan.
Semua hal tersebut harus saling mendukung dan terkait satu sama lain. Karep tak akan jadi kekuatan tanpa adanya bondho. Ibarat seorang atlet yang sangat termotivasi, namun ia tak mau berlatih keras dan berjuang dengan kesungguhan. Tentu, hasil yang didapat tak bisa klop. Sebaliknya, meski ia berlatih dan berjuang keras, tanpa ia memiliki motivasi yang tinggi, biasanya prestasi yang dicapai akan begitu-begitu saja.
Inilah nilai perjuangan yang sebenarnya. Bicara ke hal yang lebih luas, ketika kita ingin membangun Indonesia. Semangat juang yang tinggi, atau tekad yang kuat tak kan pernah cukup. Semua harus saling bahu-membahu ikut membantu, mendorong, dan turut aktif memperjuangkan. Harapan apa pun, tak akan jadi nyata tanpa disertai dengan kerja keras semua pihak.
Begitu juga perusahaan sehebat apa pun. Tekad yang dimiliki, harus didukung oleh seluruh komponen agar benar-benar mampu menjadi kekuatan nyata mewujudkan impian.
Mari, kita kuatkan tekad, perbanyak usaha, perkeras kerja, dan lakukan yang terbaik. Niscaya, perjuangan mati-matian yang kita lakukan akan banyak membuka pintu kesuksesan!!!
sumber : andriewongso.com
Mel Young, Jiwa Sosial yang Terbangun Sejak Muda
Jiwa sosial Mel Young sudah terbangun sejak muda. Ayah tiga anak lulusan Edinburgh and Heriot-Watt University, Edinburgh, Skotlandia, ini sudah aktif di penerbitan komunitas sejak akhir tahun 1970-an. Pertama kali, ia menerbitkan majalah City Lynx pada tahun 1979. Dua tahun kemudian, ia membuat media kawasan Wester Hailes Sentinel, yang diedarkan di Edinburgh.
Ketika pada awal tahun 1993 ia melihat jumlah tunawisma bertambah banyak di kotanya, ia terpikirkan untuk membantu mereka dengan cara membuat media yang dibuat oleh mereka, dijual oleh mereka, dan untuk mereka. Ia kemudian mengadopsi koran The Big Issue yang terbit di Inggris untuk dibuat edisi Skotlandianya. The Big Issue adalah koran yang dikenal sebagai street newspapers (street papers), koran yang dibuat untuk kalangan tuna wisma.
Jenis media seperti ini, sebenarnya mulai populer di akhir dekade 1980-an di Amerika sebagai sarana komunikasi kaum tunawisma. Pada awalnya diterbitkan oleh lembaga-lembaga nirlaba sebagai bentuk kegiatan sosial mereka untuk membantu kaum tunawisma. Lama-kelamaan ada juga penerbit yang mengelolanya secara profesional dengan tetap menekankan pada sisi sosialnya, yaitu mempekerjakan kaum tunawisma. Liputan seputar tunawisma pun makin mempererat solidaritas di antara mereka. Ide itu kemudian menyebar ke sejumlah negara termasuk Inggris, hingga lahirlah The Big Issue yang kemudian menjadi salah satu street papers terbesar di dunia. Itulah yang mendorong Young untuk membuat The Big Issue edisi Skotlandia.
Pada tahun 2001, para pengelola street papers dari seluruh dunia mengadakan konferensi International Network of Street Papers di Afrika Selatan. Di sana dirumuskan proyek untuk mengembangkan street papers ke 60 negara. Di konferensi itu Young bertemu pengelola street papers dari Austria, Harald Schmied, yang sama-sama penggila bola. Di antara mereka berdua muncul kesamaan ide, yakni bagaimana caranya agar bisa membantu para tunawisa (homeless) di 60-an negara yang memiliki bahasa berbeda-beda. Dan ternyata mereka menemukan bahasa pemersatunya yaitu sepakbola. Ide itulah yang kemudian memunculkan Homeless World Cup, yaitu kejuaraan dunia street soccer (sepakbola jalanan) bagi kaum tunawisma.
Homeless World Cup dikonsep sebagai program untuk menciptakan perubahan positif bagi kalangan tuna wisma dengan melibatkan para tunawisma dalam kegiatan sepakbola jalanan. Meski kejuaraan dunia ini hanya melibatkan tak sampai 20-an tuna wisma wakil dari tiap negara peserta (sebut saja tim nasional Homeless World Cup), namun sebelum mengerucut menjadi tim nasional tersebut, tiap-tiap negara pasti harus menyeleksi pemainnya dari ratusan hingga ribuan tuna wisma. Dan supaya mereka terpilih tentu saja mereka butuh latihan. Kegiatan inilah yang diharapkan membelokkan kegiatan para tunawisma dari memikirkan (mengerjakan) hal-hal negatif menjadi kegiatan positif.
Dengan ide itulah Young menjajakan konsepnya ke sejumlah pihak, termasuk lembaga sepakbola seperti UEFA (Federasi Asosiasi Sepakbola Eropa) dan sejumlah perusahaan untuk mendukungnya. Dua tahun kemudian, 2003, dimulailah Homeless World Cup yang pertama yang diselenggarakan di Austria. Saat itu tim pesertanya baru 18 negara. Namun terus bertambah tiap tahunnya. Tahun 2012 lalu, jumlahnya sudah lebih dari 70 negara, termasuk Indonesia yang mencapai peringkat keempat.
Menurut Young, jumlah tuna wisma yang terlibat sudah 10.000 orang sejak Homless World Cup pertama. Mereka tak semuanya tunawisma, tetapi ada juga para pecandu narkoba yang berasal dari panti-panti rehabilitasi. Dimasukkannya para penghuni panti ini sesuai dengan semangat penyelenggaraan kejuaraan ini yaitu untuk memperbaiki kehidupan sosial para remaja dari jurang kehancuran.
Young dan tim sempat menelusuri efektivitas programnya. Untuk menemukkannya dilakukanlah penelitian seusai penyelenggaraan Homeless World Cup di Edinburgh tahun 2005. Dari 217 pemain yang terlibat di kejuaraan itu, 38% mengaku sudah mendapatkan pekerjaan enam bulan setelah mengikuti kejuaraan itu, 40% mengaku ada perbaikan kehidupannya (tak lagi jadi tunawisma), 18% masih berjualan street papers, dan 94% mengaku memiliki motivasi baru untuk hidup. Efektivitas itulah yang membuat Young terus bersemangat untuk tetap menyelenggarakan Homeless World Cup. Ia bahkan berharap jumlah tuna wisma yang terpengaruh akan lebih banyak lagi sehingga makin banyak anak-anak tuna wisma yang bisa diperbaiki kehidupannya.
Atas prakarsa ini Young mendapatkan sejumlah penghargaan. Salah satunya sebagai Social Entrepreneur 2008.
sumber : andriewongso.com
Ketika pada awal tahun 1993 ia melihat jumlah tunawisma bertambah banyak di kotanya, ia terpikirkan untuk membantu mereka dengan cara membuat media yang dibuat oleh mereka, dijual oleh mereka, dan untuk mereka. Ia kemudian mengadopsi koran The Big Issue yang terbit di Inggris untuk dibuat edisi Skotlandianya. The Big Issue adalah koran yang dikenal sebagai street newspapers (street papers), koran yang dibuat untuk kalangan tuna wisma.
Jenis media seperti ini, sebenarnya mulai populer di akhir dekade 1980-an di Amerika sebagai sarana komunikasi kaum tunawisma. Pada awalnya diterbitkan oleh lembaga-lembaga nirlaba sebagai bentuk kegiatan sosial mereka untuk membantu kaum tunawisma. Lama-kelamaan ada juga penerbit yang mengelolanya secara profesional dengan tetap menekankan pada sisi sosialnya, yaitu mempekerjakan kaum tunawisma. Liputan seputar tunawisma pun makin mempererat solidaritas di antara mereka. Ide itu kemudian menyebar ke sejumlah negara termasuk Inggris, hingga lahirlah The Big Issue yang kemudian menjadi salah satu street papers terbesar di dunia. Itulah yang mendorong Young untuk membuat The Big Issue edisi Skotlandia.
Pada tahun 2001, para pengelola street papers dari seluruh dunia mengadakan konferensi International Network of Street Papers di Afrika Selatan. Di sana dirumuskan proyek untuk mengembangkan street papers ke 60 negara. Di konferensi itu Young bertemu pengelola street papers dari Austria, Harald Schmied, yang sama-sama penggila bola. Di antara mereka berdua muncul kesamaan ide, yakni bagaimana caranya agar bisa membantu para tunawisa (homeless) di 60-an negara yang memiliki bahasa berbeda-beda. Dan ternyata mereka menemukan bahasa pemersatunya yaitu sepakbola. Ide itulah yang kemudian memunculkan Homeless World Cup, yaitu kejuaraan dunia street soccer (sepakbola jalanan) bagi kaum tunawisma.
Homeless World Cup dikonsep sebagai program untuk menciptakan perubahan positif bagi kalangan tuna wisma dengan melibatkan para tunawisma dalam kegiatan sepakbola jalanan. Meski kejuaraan dunia ini hanya melibatkan tak sampai 20-an tuna wisma wakil dari tiap negara peserta (sebut saja tim nasional Homeless World Cup), namun sebelum mengerucut menjadi tim nasional tersebut, tiap-tiap negara pasti harus menyeleksi pemainnya dari ratusan hingga ribuan tuna wisma. Dan supaya mereka terpilih tentu saja mereka butuh latihan. Kegiatan inilah yang diharapkan membelokkan kegiatan para tunawisma dari memikirkan (mengerjakan) hal-hal negatif menjadi kegiatan positif.
Dengan ide itulah Young menjajakan konsepnya ke sejumlah pihak, termasuk lembaga sepakbola seperti UEFA (Federasi Asosiasi Sepakbola Eropa) dan sejumlah perusahaan untuk mendukungnya. Dua tahun kemudian, 2003, dimulailah Homeless World Cup yang pertama yang diselenggarakan di Austria. Saat itu tim pesertanya baru 18 negara. Namun terus bertambah tiap tahunnya. Tahun 2012 lalu, jumlahnya sudah lebih dari 70 negara, termasuk Indonesia yang mencapai peringkat keempat.
Menurut Young, jumlah tuna wisma yang terlibat sudah 10.000 orang sejak Homless World Cup pertama. Mereka tak semuanya tunawisma, tetapi ada juga para pecandu narkoba yang berasal dari panti-panti rehabilitasi. Dimasukkannya para penghuni panti ini sesuai dengan semangat penyelenggaraan kejuaraan ini yaitu untuk memperbaiki kehidupan sosial para remaja dari jurang kehancuran.
Young dan tim sempat menelusuri efektivitas programnya. Untuk menemukkannya dilakukanlah penelitian seusai penyelenggaraan Homeless World Cup di Edinburgh tahun 2005. Dari 217 pemain yang terlibat di kejuaraan itu, 38% mengaku sudah mendapatkan pekerjaan enam bulan setelah mengikuti kejuaraan itu, 40% mengaku ada perbaikan kehidupannya (tak lagi jadi tunawisma), 18% masih berjualan street papers, dan 94% mengaku memiliki motivasi baru untuk hidup. Efektivitas itulah yang membuat Young terus bersemangat untuk tetap menyelenggarakan Homeless World Cup. Ia bahkan berharap jumlah tuna wisma yang terpengaruh akan lebih banyak lagi sehingga makin banyak anak-anak tuna wisma yang bisa diperbaiki kehidupannya.
Atas prakarsa ini Young mendapatkan sejumlah penghargaan. Salah satunya sebagai Social Entrepreneur 2008.
sumber : andriewongso.com
Dapatkan Harapan dan Semangat Baru
Sebagai manusia normal, kita semua pasti pernah mengalami saat-saat yang menyenangkan, penuh harapan dan keyakinan, percaya diri. Namun ada juga saat-saat kita mengalami masa yang tidak menyenangkan, sepertinya tidak ada harapan lagi, kita kehilangan pegangan dan percaya diri. Semua itu normal karena manusia memiliki emosi atau perasaan. Perasaan inilah yang naik turun. Emosi kita berubah-ubah.
Seorang teman pernah berkata, ”Saya kok merasa kosong, tidak ada harapan. Dari dulu begini-begini saja.” Saya jawab, ”Itu kan hanya perasaan. Perasaan itu naik turun. Besok kalau ada kejadian yang menggembirakan, perasaan kamu akan berubah."
Keesokan harinya, dia sudah malas berangkat kerja, tapi saya sarankan untuk tetap berangkat. Siangnya ketika keluar makan siang, tanpa sengaja dia bertemu teman yang sejak Sekolah Dasar tidak pernah ketemu. Mereka berdua senang sekali. Perasaannya berubah. Setelah berbincang-bincang saling menanyakan kabar masing-masing, ternyata teman itu memiliki ide untuk mengajaknya kerja sama. Harapan baru muncul. Perasaannya berubah.
Ketika dia bercerita kepada saya, saya berkata: ”Seandainya tadi pagi kamu tidak berangkat kerja karena kamu merasa galau, tidak ada harapan, maka kamu tidak akan bertemu teman lama kamu.”
“Iya ya?” diapun tertawa. Kemarin dia manyun. Hahaha…. Betapa mudah perasaan berubah.
Apakah Anda merasa tidak ada harapan? Harapan selalu ada.
Mengapa? Karena kita tidak tahu masa depan. Kita tidak tahu hari esok. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi sejam lagi. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi sesaat lagi. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi sedetik lagi. Jadi….. selalu ada harapan.
Kita tidak tahu apakah besok akan sama dengan hari ini. Selalu ada kemungkinan hal positif akan terjadi. Kita tidak tahu apakah yang kita lakukan akan berhasil atau gagal. Tapi selalu ada kemungkinan berhasil kan? Karena kita belum tahu apa yang akan terjadi.
Sebatang bunga yang berada di guci penjual bunga melihat teman-temannya dibeli orang. Ketika hari sudah senja, dia sudah kehilangan harapan. Dia mengira besok dia akan layu tiba-tiba datanglah seorang pemuda membelinya. Ternyata dia dipajang disebuah pesta pernikahan yang sangat indah.
Siapa bilang tidak mungkin?
Ketika dulu saya melamar kerja di PT Sandoz Biochemie Pharma Indonesia, saya boleh dibilang nekat. Iklan lowongan kerja yang dipasang di koran Kompas mencari lulusan MBA dari luar negeri. Waktu itu saya satu-satunya S1 yang melamar. Pelamar lain sangat keren, baik pria maupun wanitanya. Orang lain bilang, tidak mungkin saya diterima bekerja di sana. Kemungkinannya sangat tipis. Bahkan sepertinya tidak ada harapan. Dari kualifikasi saja, saya sudah tidak memenuhi syarat. Percuma. Tapi saya tetap maju dengan penuh semangat.
Ketika saya diwawancara oleh directornya, orang Swiss, saya ditanya oleh beliau, "Kamu bukan dari kedokteran. Kamu bukan dari farmasi. Kamu belum pernah bekerja sebagai medical representative di perusahaan farmasi. Kenapa kamu berani melamar kerja disini sebagai product manager yang kerjanya membuat strategi pemasaran untuk obat?"
Memang, pengetahuan saya tentang farmasi dan kedokteran nol besar. Latar belakang saya Teknik Arsitektur dan Bahasa Inggris, karena dulu saya kuliah di dua universitas secara bersamaan.
Jawaban saya hanya satu. Saya berkata, "I can learn!"
Saya menjelaskan, "Saya bisa belajar. Saya yakin bahwa semua ilmu bisa dipelajari. Dokter menguasai ilmu kedokteran karena dia kuliah kedokteran bertahun-tahun. Kalau saya kuliah kedokteran, saya juga bisa menguasai ilmu kedokteran. Berarti, ilmu kedokteran bisa dipelajari. Saya percaya SEMUA ilmu BISA dipelajari. Dan saya suka belajar." Saya menjawab dengan mantab karena saya memang berpendapat demikian. Dia langsung memutuskan untuk menerima saya.
Saya pun membuktikan ucapan saya. Saya mati-matian belajar. Ruangan saya penuh dengan buku manual dari Sandoz pusat, buku farmasi, buku kedokteran, dan semuanya saya baca dan pelajari. Saya datang paling pagi dan pulang paling malam. Bahkan seringkali buku-buku itu saya bawa pulang dan dipelajari di tempat kos sampai larut malam. Perusahaan kemudian mengirim saya mengikuti kursus Farmakologi di Universitas Indonesia.
Siapa bilang, saya tidak mungkin bekerja di perusahaan farmasi? Harapan selalu ada. Kemungkinan positif selalu ada.
Kiat mendapatkan semangat baru:
1. Berdoa
Percaya kepada Yang Maha Kuasa merupakan jalan utama untuk menumbuhkan harapan baru. Apapun agama kita, tidak menjadi masalah. Setiap orang bisa berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
2. Fokus kepada hal-hal positif
Masa depan mengandung berbagai kemungkinan. Kemungkinan berhasil atau gagal. Kemungkinan berubah atau tidak. Kemungkinan positif atau negatif. Jadi apa yang sebaiknya dilakukan? Berpikir positif! Dengan berpikir positif, kita akan menarik hal-hal yang positif, maka hal-hal positif akan datang. Tidak ada gunanya berpikir negatif. Tidak ada gunanya menarik hal-hal negatif. Untuk apa? Biasakanlah berpikir positif. Jika kita berpikir negatif, maka hasilnya adalah stres, takut, khawatir, bingung, ragu, galau, dan sebagainya. Tapi ketika kita berpiir positif, maka hati akan lebih tenang, pikiran lebih jernih, stres hilang, ketakutan dan kekhawatiran hilang.
3. Jangan ikuti perasaan
Perasaan atau emosi akan selalu berubah-ubah. Tiap detik juga bisa berubah. Jadi ketika merasa sesuatu yang negatif, santai saja. Rileks. Tarik napas panjang, lalu hembuskan sampai habis. Alihkan pikiran ke hal lain yang lebih positif.
4. Belajarlah
Belajarlah dari sekarang. Kejar kekurangan yang dirasakan. Misalnya Anda kurang lancar berbahasa Inggris, belajarlah. Jangan diam saja. Jangan menyerah. Anda kurang lancar berkomunikasi, belajarlah. Anda merasa kurang pandai berbicara didepan orang banyak, belajarlah. Berlatihlah. Pasti bisa.
Hope for the Best. And Just Do It!
____
Lisa Nuryanti
Super Mindset Motivator & Professional Development Consultant
sumber : andriewongso.com
Seorang teman pernah berkata, ”Saya kok merasa kosong, tidak ada harapan. Dari dulu begini-begini saja.” Saya jawab, ”Itu kan hanya perasaan. Perasaan itu naik turun. Besok kalau ada kejadian yang menggembirakan, perasaan kamu akan berubah."
Keesokan harinya, dia sudah malas berangkat kerja, tapi saya sarankan untuk tetap berangkat. Siangnya ketika keluar makan siang, tanpa sengaja dia bertemu teman yang sejak Sekolah Dasar tidak pernah ketemu. Mereka berdua senang sekali. Perasaannya berubah. Setelah berbincang-bincang saling menanyakan kabar masing-masing, ternyata teman itu memiliki ide untuk mengajaknya kerja sama. Harapan baru muncul. Perasaannya berubah.
Ketika dia bercerita kepada saya, saya berkata: ”Seandainya tadi pagi kamu tidak berangkat kerja karena kamu merasa galau, tidak ada harapan, maka kamu tidak akan bertemu teman lama kamu.”
“Iya ya?” diapun tertawa. Kemarin dia manyun. Hahaha…. Betapa mudah perasaan berubah.
Apakah Anda merasa tidak ada harapan? Harapan selalu ada.
Mengapa? Karena kita tidak tahu masa depan. Kita tidak tahu hari esok. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi sejam lagi. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi sesaat lagi. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi sedetik lagi. Jadi….. selalu ada harapan.
Kita tidak tahu apakah besok akan sama dengan hari ini. Selalu ada kemungkinan hal positif akan terjadi. Kita tidak tahu apakah yang kita lakukan akan berhasil atau gagal. Tapi selalu ada kemungkinan berhasil kan? Karena kita belum tahu apa yang akan terjadi.
Sebatang bunga yang berada di guci penjual bunga melihat teman-temannya dibeli orang. Ketika hari sudah senja, dia sudah kehilangan harapan. Dia mengira besok dia akan layu tiba-tiba datanglah seorang pemuda membelinya. Ternyata dia dipajang disebuah pesta pernikahan yang sangat indah.
Siapa bilang tidak mungkin?
Ketika dulu saya melamar kerja di PT Sandoz Biochemie Pharma Indonesia, saya boleh dibilang nekat. Iklan lowongan kerja yang dipasang di koran Kompas mencari lulusan MBA dari luar negeri. Waktu itu saya satu-satunya S1 yang melamar. Pelamar lain sangat keren, baik pria maupun wanitanya. Orang lain bilang, tidak mungkin saya diterima bekerja di sana. Kemungkinannya sangat tipis. Bahkan sepertinya tidak ada harapan. Dari kualifikasi saja, saya sudah tidak memenuhi syarat. Percuma. Tapi saya tetap maju dengan penuh semangat.
Ketika saya diwawancara oleh directornya, orang Swiss, saya ditanya oleh beliau, "Kamu bukan dari kedokteran. Kamu bukan dari farmasi. Kamu belum pernah bekerja sebagai medical representative di perusahaan farmasi. Kenapa kamu berani melamar kerja disini sebagai product manager yang kerjanya membuat strategi pemasaran untuk obat?"
Memang, pengetahuan saya tentang farmasi dan kedokteran nol besar. Latar belakang saya Teknik Arsitektur dan Bahasa Inggris, karena dulu saya kuliah di dua universitas secara bersamaan.
Jawaban saya hanya satu. Saya berkata, "I can learn!"
Saya menjelaskan, "Saya bisa belajar. Saya yakin bahwa semua ilmu bisa dipelajari. Dokter menguasai ilmu kedokteran karena dia kuliah kedokteran bertahun-tahun. Kalau saya kuliah kedokteran, saya juga bisa menguasai ilmu kedokteran. Berarti, ilmu kedokteran bisa dipelajari. Saya percaya SEMUA ilmu BISA dipelajari. Dan saya suka belajar." Saya menjawab dengan mantab karena saya memang berpendapat demikian. Dia langsung memutuskan untuk menerima saya.
Saya pun membuktikan ucapan saya. Saya mati-matian belajar. Ruangan saya penuh dengan buku manual dari Sandoz pusat, buku farmasi, buku kedokteran, dan semuanya saya baca dan pelajari. Saya datang paling pagi dan pulang paling malam. Bahkan seringkali buku-buku itu saya bawa pulang dan dipelajari di tempat kos sampai larut malam. Perusahaan kemudian mengirim saya mengikuti kursus Farmakologi di Universitas Indonesia.
Siapa bilang, saya tidak mungkin bekerja di perusahaan farmasi? Harapan selalu ada. Kemungkinan positif selalu ada.
Kiat mendapatkan semangat baru:
1. Berdoa
Percaya kepada Yang Maha Kuasa merupakan jalan utama untuk menumbuhkan harapan baru. Apapun agama kita, tidak menjadi masalah. Setiap orang bisa berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
2. Fokus kepada hal-hal positif
Masa depan mengandung berbagai kemungkinan. Kemungkinan berhasil atau gagal. Kemungkinan berubah atau tidak. Kemungkinan positif atau negatif. Jadi apa yang sebaiknya dilakukan? Berpikir positif! Dengan berpikir positif, kita akan menarik hal-hal yang positif, maka hal-hal positif akan datang. Tidak ada gunanya berpikir negatif. Tidak ada gunanya menarik hal-hal negatif. Untuk apa? Biasakanlah berpikir positif. Jika kita berpikir negatif, maka hasilnya adalah stres, takut, khawatir, bingung, ragu, galau, dan sebagainya. Tapi ketika kita berpiir positif, maka hati akan lebih tenang, pikiran lebih jernih, stres hilang, ketakutan dan kekhawatiran hilang.
3. Jangan ikuti perasaan
Perasaan atau emosi akan selalu berubah-ubah. Tiap detik juga bisa berubah. Jadi ketika merasa sesuatu yang negatif, santai saja. Rileks. Tarik napas panjang, lalu hembuskan sampai habis. Alihkan pikiran ke hal lain yang lebih positif.
4. Belajarlah
Belajarlah dari sekarang. Kejar kekurangan yang dirasakan. Misalnya Anda kurang lancar berbahasa Inggris, belajarlah. Jangan diam saja. Jangan menyerah. Anda kurang lancar berkomunikasi, belajarlah. Anda merasa kurang pandai berbicara didepan orang banyak, belajarlah. Berlatihlah. Pasti bisa.
Hope for the Best. And Just Do It!
____
Lisa Nuryanti
Super Mindset Motivator & Professional Development Consultant
sumber : andriewongso.com
Bekal Luar Biasa untuk Masa Depan
Suatu kali, seorang bocah bernama Walter Jeremiah Sanders III ditinggalkan orangtuanya. Saat itu, ia masih berusia 5 tahun. Sanders kemudian dirawat oleh kakek dan neneknya. Dari mereka inilah, Sanders diajarkan untuk menggunakan kemampuan sendiri untuk mendapatkan hal yang diinginkan. Pengertian tersebut oleh Sanders dijadikan pegangan hidupnya. Bahkan, suatu saat, ketika ia dipukuli oleh kumpulan preman, ia berusaha sendiri melawan mereka. Hingga, Sanders sempat koma hingga 3 hari.
Menginjak usia dewasa, selepas kuliah, ia bekerja sebagai sales yang menjual IC atau integrated circuits, untuk keperluan berbagai macam komponen elektronika. Di sini, kecakapannya menjual mendapat apresiasi dari pelanggan, tapi justru tidak dari teman sekantornya. Akibatnya, ia didepak karena dianggap menyaingi pimpinan dan teman sekantor. Beruntung, karakter mandiri yang ditanamkan kakek dan neneknya sejak kecil, membuat Sanders malah berani bertekad memulai usahanya sendiri.
Ia pun menerjuni penjualan komponen semi konduktor untuk komputer. Ia menamai perusahaan itu AMD, singkatan dari Advanced Micro Devices. Dengan kemampuan sales-nya yang mumpuni, pelan tapi pasti AMD mampu menjadi perusahaan yang terus berkembang. Bahkan, dapat bersaing dengan Intel, sebagai penyedia prosesor komputer nomor satu di dunia. Hebatnya, Sanders memulai semua dari nol, hanya berbekal keyakinan kuat dan kerja keras yang luar biasa.
Kisah lain seputar masa kecil gemblengan di masa kecil juga bisa kita dapat dari tokoh Iwan Setiawan. Pemuda anak tukang angkot ini menjalani hidup keras di masa kecilnya. Dari sang bapak, ia diajarkan untuk menjadi “lelaki” yang kelak harus meneruskan menjadi sopir angkot, karena ia satu-satunya anak lelaki di keluarga tersebut. Namun beruntung, sang ibu mendukung Iwan untuk belajar rajin agar mampu keluar dari “kutukan” sebagai sopir angkot. Dua kombinasi unik—keras dari bapak dan lembut dari ibu—membuat Iwan menjadi anak cerdas yang punya tekad kuat. Salah satunya, bertekad mengubah nasib dengan menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sang bapak yang tadinya menentang, akhirnya “mengalah” dan memberikan “kejutan” dengan menjual angkot—satu-satunya harta karun keluarga untuk biaya kuliah Iwan.
Iwan “membayar” kepercayaan itu dengan belajar rajin dan bekerja keras. Hingga, ia pun berhasil melanglang buana bekerja menjadi direktur di sebuah perusahaan berkelas dunia di Amerika Serikat. Kisah Iwan si anak angkot yang menaklukkan “Big Apple” New York kini menjadi buku laris inspiratif yang bahkan difilmkan dengan judul yang sama, 9 Summers 10 Autumn.
Kedua kisah tersebut menjadi gambaran bahwa apa yang ditanamkan di masa kecil dapat menjadi bekal luar biasa di masa depan. Karakter mandiri yang diperoleh Sanders dan karakter keras namun lembut dari Iwan bukan diperoleh sehari dua hari. Mereka sama-sama berkutat di lingkungan tempat mereka tumbuh dengan kondisi apa adanya. Kadang berat—bahkan sangat berat—namun justru di situlah karakter seorang bocah digembleng. Dengan gemblengan tersebut—yang tentunya juga dibarengi kasih sayang dan perhatian dari orang terdekat—menjadikan mereka sebagai “manusia” yang membumi. Yakni, mau berjuang mati-matian untuk sebuah tujuan hidup, namun tak lupa pada “nilai kodrati” di mana asal mereka masing-masing. Hasilnya, Sanders memperlakukan karyawan AMD dengan sangat baik dan menjauhi praktik kotor untuk usahanya. Sementara Iwan “kembali” ke kampungnya, dan membagikan inspirasi hidupnya untuk memicu semangat bahwa semua bisa diraih dengan perjuangan.
Ibarat sebuah kanvas lukisan, warna-warni kehidupan seseorang memang sering dipengaruhi pada bagaimana karakter mereka ditanamkan sejak kecil. Kemudian, saat mereka berinteraksi dengan lingkungannya, karakter tersebut menjadi “pembeda” bagi masing-masing. Ada yang kemudian menjadi “orang” dengan kemauan keras mengejar cita-cita, ada yang cenderung sudah merasa bahagia asal cukup saja. Tapi, ada kalanya pula, ada yang over ambition sehingga yang muncul malah sikap rakus dan tamak, yang ujungnya jika terus dituruti bisa mendatangkan persoalan.
Di sinilah kekuatan karakter yang ditanamkan sejak kecil menjadi semacam “blue print” kehidupan. Atau, bisa jadi malah sebagai “budaya perusahaan” dalam diri, sehingga apa pun yang kita lakukan saat ini, sebenarnya itu adalah gambaran “apa yang telah terukir” di masa lalu. Artinya, jika ingin mencetak generasi masa depan yang luar biasa, sekaranglah saatnya kita perbanyak menanamkan hal positif pada generasi penerus kita.
Memang, tak ada yang instan dan mudah dalam mewujudkan apa yang ingin kita raih. Menanamkan karakter unggul/juara, harus diperkuat dengan perjuangan yang tak mudah. Bahkan, kadang melelahkan karena harus berkali-kali jatuh. Namun, hal itu pulalah yang harus terus kita yakinkan pada generasi mendatang, bahwa tak ada perjuangan yang sia-sia. Sebab, sejatinya, waktu juga yang akan menjawab. Sepanjang kita terus berusaha, berupaya, dan berjuang meraih cita-cita, selalu ada jalan membuat impian menjadi nyata.
Mari kita tanamkan nilai-nilai perjuangan, bukan hanya untuk generasi sekarang, namun juga untuk masa depan Indonesia yang jauh lebih baik!
sumber : andriewongso.com
Menginjak usia dewasa, selepas kuliah, ia bekerja sebagai sales yang menjual IC atau integrated circuits, untuk keperluan berbagai macam komponen elektronika. Di sini, kecakapannya menjual mendapat apresiasi dari pelanggan, tapi justru tidak dari teman sekantornya. Akibatnya, ia didepak karena dianggap menyaingi pimpinan dan teman sekantor. Beruntung, karakter mandiri yang ditanamkan kakek dan neneknya sejak kecil, membuat Sanders malah berani bertekad memulai usahanya sendiri.
Ia pun menerjuni penjualan komponen semi konduktor untuk komputer. Ia menamai perusahaan itu AMD, singkatan dari Advanced Micro Devices. Dengan kemampuan sales-nya yang mumpuni, pelan tapi pasti AMD mampu menjadi perusahaan yang terus berkembang. Bahkan, dapat bersaing dengan Intel, sebagai penyedia prosesor komputer nomor satu di dunia. Hebatnya, Sanders memulai semua dari nol, hanya berbekal keyakinan kuat dan kerja keras yang luar biasa.
Kisah lain seputar masa kecil gemblengan di masa kecil juga bisa kita dapat dari tokoh Iwan Setiawan. Pemuda anak tukang angkot ini menjalani hidup keras di masa kecilnya. Dari sang bapak, ia diajarkan untuk menjadi “lelaki” yang kelak harus meneruskan menjadi sopir angkot, karena ia satu-satunya anak lelaki di keluarga tersebut. Namun beruntung, sang ibu mendukung Iwan untuk belajar rajin agar mampu keluar dari “kutukan” sebagai sopir angkot. Dua kombinasi unik—keras dari bapak dan lembut dari ibu—membuat Iwan menjadi anak cerdas yang punya tekad kuat. Salah satunya, bertekad mengubah nasib dengan menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sang bapak yang tadinya menentang, akhirnya “mengalah” dan memberikan “kejutan” dengan menjual angkot—satu-satunya harta karun keluarga untuk biaya kuliah Iwan.
Iwan “membayar” kepercayaan itu dengan belajar rajin dan bekerja keras. Hingga, ia pun berhasil melanglang buana bekerja menjadi direktur di sebuah perusahaan berkelas dunia di Amerika Serikat. Kisah Iwan si anak angkot yang menaklukkan “Big Apple” New York kini menjadi buku laris inspiratif yang bahkan difilmkan dengan judul yang sama, 9 Summers 10 Autumn.
Kedua kisah tersebut menjadi gambaran bahwa apa yang ditanamkan di masa kecil dapat menjadi bekal luar biasa di masa depan. Karakter mandiri yang diperoleh Sanders dan karakter keras namun lembut dari Iwan bukan diperoleh sehari dua hari. Mereka sama-sama berkutat di lingkungan tempat mereka tumbuh dengan kondisi apa adanya. Kadang berat—bahkan sangat berat—namun justru di situlah karakter seorang bocah digembleng. Dengan gemblengan tersebut—yang tentunya juga dibarengi kasih sayang dan perhatian dari orang terdekat—menjadikan mereka sebagai “manusia” yang membumi. Yakni, mau berjuang mati-matian untuk sebuah tujuan hidup, namun tak lupa pada “nilai kodrati” di mana asal mereka masing-masing. Hasilnya, Sanders memperlakukan karyawan AMD dengan sangat baik dan menjauhi praktik kotor untuk usahanya. Sementara Iwan “kembali” ke kampungnya, dan membagikan inspirasi hidupnya untuk memicu semangat bahwa semua bisa diraih dengan perjuangan.
Ibarat sebuah kanvas lukisan, warna-warni kehidupan seseorang memang sering dipengaruhi pada bagaimana karakter mereka ditanamkan sejak kecil. Kemudian, saat mereka berinteraksi dengan lingkungannya, karakter tersebut menjadi “pembeda” bagi masing-masing. Ada yang kemudian menjadi “orang” dengan kemauan keras mengejar cita-cita, ada yang cenderung sudah merasa bahagia asal cukup saja. Tapi, ada kalanya pula, ada yang over ambition sehingga yang muncul malah sikap rakus dan tamak, yang ujungnya jika terus dituruti bisa mendatangkan persoalan.
Di sinilah kekuatan karakter yang ditanamkan sejak kecil menjadi semacam “blue print” kehidupan. Atau, bisa jadi malah sebagai “budaya perusahaan” dalam diri, sehingga apa pun yang kita lakukan saat ini, sebenarnya itu adalah gambaran “apa yang telah terukir” di masa lalu. Artinya, jika ingin mencetak generasi masa depan yang luar biasa, sekaranglah saatnya kita perbanyak menanamkan hal positif pada generasi penerus kita.
Memang, tak ada yang instan dan mudah dalam mewujudkan apa yang ingin kita raih. Menanamkan karakter unggul/juara, harus diperkuat dengan perjuangan yang tak mudah. Bahkan, kadang melelahkan karena harus berkali-kali jatuh. Namun, hal itu pulalah yang harus terus kita yakinkan pada generasi mendatang, bahwa tak ada perjuangan yang sia-sia. Sebab, sejatinya, waktu juga yang akan menjawab. Sepanjang kita terus berusaha, berupaya, dan berjuang meraih cita-cita, selalu ada jalan membuat impian menjadi nyata.
Mari kita tanamkan nilai-nilai perjuangan, bukan hanya untuk generasi sekarang, namun juga untuk masa depan Indonesia yang jauh lebih baik!
sumber : andriewongso.com
Subscribe to:
Posts (Atom)